Selasa, 13 Agustus 2013

REAKSI OKSIDASI REDUKSI



BAB I PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
              Reaksi oksidasi-reduksi banyak berperan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari pembakaran bahan bakar minyak bumi sampai dengan kerja cairan pemutih yang digunakan dalam rumah tangga. Selain itu, unsur logam dan nonlogam diperoleh dari bijihnya dari proses oksidasi atau reduksi.
              Dari sejarahnya, istilah oksidasi diterapkan untuk proses-proses di mana oksigen diambil oleh suatu zat. Maka reduksi dianggap sebagai proses di mana oksigen diambil dari dalam suatu zat. Kemudian penangkapan hidrogen juga disebut reduksi, sehingga kehilangan hidrogen disebut oksidasi. Sekali lagi reaksi-reaksi lain di mana baik oksigen maupun hidrogen tidak ambil bagian belum dapat dikelompokkan sebagai oksidasi atau reduksi, sebelum definisi oksidasi reduksi yang paling umum, yang didasarkan pada pelepasan dan pengambilan elektron, disusun orang.
I.     2. Tujuan Penyusunan Makalah
Adapun tujuan dari penyusun makalah ini adalah:
a.       Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Kimia Anorganik I
b.      Untuk mendapatkan pengetahuan tentang reaksi oksidasi reduksi
c.       Mahasiswa dapat menyetarakan reaksi oksidasi reduksi




BAB II ISI
II. 1. Reaksi Oksidasi Reduksi
           Reaksi asam-basa dapat dikenali sebagai proses transfer-proton. Reaksi oksidasi-reduksi (redoks) dikenal juga sebagai reaksi tranfer-elektron. Dalam reaksi redoks, elektron-elektron ditransfer dari satu zat ke zat lain. Reaksi antara logam magnesium dan asam klorida merupakan satu contoh reaksi redoks:
0

+1

+2

0
Mg(s)
+
2HCl(aq)
MgCl2(aq)
+
H2(g)

              Ingat bahwa angka yang ditulis di atas unsur adalah bilangan oksidasi dari unsur tersebut. Dilepasnya eletron oleh suatu unsur selama oksidasi ditandai dengan meningkatnya bilangan oksidasi unsur itu. Dalam reduksi, terjadi penurunan bilangan oksidasi karena diperolehnya elektron oleh unsur tersebut. Dalam reaksi yang ditunjukkan di sini, logam Mg dioksidasi dan ion H+ direduksi; ion Cl- adalah ion pengamat.
A.      Reaksi Oksidasi dan Reduksi Berdasarkan Penggabungan dan Pelepasan Oksigen.
Penggabungan dan pelepasan oksigen adalah konsep awal pada defenisi reaksi redoks. Hal ini didasarkan pada kemampuan gas oksigen untuk bereaksi dengan berbagai unsur membentuk suatu oksida.
Oksidasi adalah peristiwa penggabungan suatu zat dengan oksigen. Zat yang member oksigen pada reaksi oksidasi disebut oksidator.
Contoh reaksi oksidasi:
Ø  2Cu(s) + O2(g) → 2CuO(s)
Ø  2 Fe(s) + O2(g) → 2FeO(s)
Ø  CH4(g) + 2O2(g) → CO2(g) + 2H2O(l)
Reduksi adalah proses pelepasan oksigen dari suatu zat. Zat yang menarik oksigen pada reaksi oksidasi disebut reduktor.
Contoh reaksi reduksi:                       
Ø  CuO(s) → Cu(s) + O2(g)
Ø  2SO3(s) → 2SO2(s) + O2(g)
Ø  PbO(s) → Pb(s) + O2(g)
B.       Konsep Reaksi Oksidasi dan Reduksi Berdasarkan Pelepasan dan Penangkapan Elektron          
Reaksi oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron, sedangkan reduksi adalah reaksi penangkapan elektron. Dilihat dari serah terima elektron di atas reaksi reduksi dan oksidasi selalu terjadi secara bersama-sama sehingga akan ada zat yang melepas dan menangkap elektron oleh karena itu reaksi tersebut disebut reaksi oksidasi dan reduksi (redoks). Beberapa contoh reaksi yang dapat menjelaskan peristiwa di atas sebagai berikut:
Oksidasi: Na → Na+ + e
Zn → Zn2+ + 2e
Reduksi: K+ + e → K
Cu2+ + 2e → Cu
Zat yang mengalami oksidasi (melepaskan elektron) disebut reduktor (pereduksi), sebab menyebabkan zat lain mengalami reduksi (menangkap elektron). Sebaliknya zat yang mengalami reduksi disebut oksidator (pengoksidasi), misalnya untuk reaksi
Zn + Cu2+ → Zn2+ + Cu
Zn teroksidasi menjadi Zn2+, maka Zn merupakan reduktor, sedangkan Cu2+ tereduksi menjadi Cu maka merupakan oksidator. Reduktor dan oksidator dapat ditentukan dengan menuliskan persamaan reaksi oksidasi dan reduksi dengan cara setengah reaksi. perhatikan contoh dibawah ini:

Reaksi antara Ag dan Cl2 membentuk AgCl
Oksidasi: Ag(s) → Ag+ (s) + e
Reduksi : Cl2(g) + 2e → 2Cl-(g)
2Ag(s) + Cl2(g) → Ag+ (s) + Cl-(g)
C.      Konsep Reaksi Oksidasi dan Reduksi Berdasarkan Perubahan Bilangan Oksidasi
     Pengertian reaksi redoks selanjutnya berkembang menjadi lebih luas. Konsep reaksi redoks yang terakhir dan masih digunakan sampai sekarang adalah berdasarkan biloks.Konsep redoks yang berdasarkan bilangan oksidasi adalah sebagai berikut:
Reaksi redoks adalah reaksi yang mana terjadi perubahan bilangan oksidasi dari atom sebelum dan sesudah reaksi. Dilihat dari bilangan oksidasinya maka oksidasi dan reduksi dapat didefinisikan sebagai berikut:
Oksidasi: peningkatan bilangan oksidasi. bilangan oksidasinya bertambah (oksidasi), yang disebut reduktor.
Reduksi: penurunan bilangan oksidasi. bilangan oksidasinya berkurang (reduksi), yang disebut oksidator.
Sebelum kita mempelajari lebih jauh reaksi redoks berdasarkan perubahan bilangan oksidasi maka harus dipahami dulu apa itu bilangan oksidasi.
Bilangan Oksidasi
Bilangan oksidasi yaitu bilangan yang menyatakan banyaknya elektron yang telah dilepaskan atau diterima oleh suatu muatan yang dimiliki oleh suatu atom dalam suatu senyawa.
Biloks diberi tanda positif jika atom itu melepaskan elektron dan diberi tanda negatif jika atom itu menerima elektron.
Bagaimana kita bisa menentukan apakah suatu unsur dalam senyawa memiliki biloks positif atau negatif? Perhatikan deret unsur berdasarkan keelektronegatifannya berikut ini.
        Logam< H < P < C < S < I < Br < Cl < N < O < F
        Jika unsur diatas bereaksi membentuk senyawa, maka unsur yang posisinya lebih kiri akan mempunyai biloks positif. Sementara itu unsur yang posisinya lebih kanan akan mempunyai biloks negatif.
Untuk menentukan bilangan oksidasi berbagai unsur dalam senyawa disusun aturan sebagai berikut:
1.        Bilangan oksidasi atom unsur dalam keadaan unsur bebasnya adalah nol. Contoh : Bilangan okisdasi Na, Fe, H2, N2, O2 berturut-turut = 0
2.        Bilangan oksidasi ion monoatom sama dengan muatan ionnya.
Contoh : Bilangan oksidasi ion Cu2+ = +2  Na+ = +1 Al3+ = +3
3.        Jumlah bilangan oksidasi semua atom dalam senyawa adalah nol sedangkan untuk ion poliatomik jumlah bilangan oksidasi pembentuk ion tersebut harus sama dengan muatan ion poliatomik tersebut.
Contoh : Tentukan bilangan oksidasi C dalam H2CO3
Berlaku : (2 x biloks H) + (1 x biloks C) + (3 x Biloks O) = 0
(2 x +1) + (1 x biloks C) +(3 x -2) = 0
2 + (1 x biloks C) + -6 = 0
(1 x biloks C) = +4
4.    Bilangan oksidasi unsur-unsur golongan VII A , atom F, Cl, Br, I selalu mempunyai bilangan oksidai -1 dalam  senyawa biner logam.
Contoh : HF, NaBr, FeCl3 bilangan oksidasi F, Br, Cl berturut-turut= -1

5.    Atom unsur golongan IA mempunyai bilangan oksidasi +1 dalam senyawanya.
Contoh : Li , Na, K, Rb Cs mempunyai biloks = +1
6.    Atom unsur golongan IIA mempunyai bilangan oksidasi +2 dalam senyawanya.
Contoh : Be, Mg, Ca, Sr, Ba mempunyai biloks = +2
7.    Dalam senyawanya, atom H mempunyai bilangan oksidasi +1, kecuali dalam senyawa hidrida logam atom H mempunyai bilangan oksidasi -1.
Contoh : Bilangan okisdasi H dalam HCl, H2O dan NH3 berturut- turut = +1. Bilangan oksidasi H dalam NaH, BaH2 = -1
8.    Oksigen mempunyai bilangan oksidasi -2, dengan pengecualian:
a.    Dalam senyawa biner dengan F, O mempunyai bilangan oksidasi +2
b.    Dalam peroksida mempunyai bilangan oksidasi -1.
Contoh : Bilangan oksidasi O dalam H2O, NO, CO2 berturut-turut adalah -2
Bilangan oksidasi O dalam H2O2, Na2O2 berturut-turut adalah -1
II. 2. Penyetaraan Reaksi Oksidasi Reduksi
              Salah satu teknik yang digunakan dalam menyetarakan persamaan redoks menggunakan metode ion-elektron. Dalam metode ini, reaksi keseluruhan dibagi menjadi dua setengah reaksi, satu untuk oksidasi dan satu untuk reduksi. Persamaan untuk kedua setengah reaksi ini disetarakan secara terpisah, dan kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan persamaan setara keseluruhannya.
Contohnya, misalkan kita diminta untuk menyetarakan persamaan yang menunjukkan terjadinya oksidasi ion Fe2+ menjadi ion Fe3+ oleh ion dikromat (Cr2O72-) dalam medium asam. Sebagai hasilnya, ion Cr2O72- tereduksi menjadi ion-ion Cr3+. Tahap tahap berikut ini akan membantu kita menyetarakan persamaannya.
Tahap 1. Tulis persamaan tak setara untuk reaksi ini dalam bentuk ionik.
Fe2+ + Cr2O72- → Fe3+ + Cr3+
Tahap 2. Pisahkan persamaan tersebut menjadi dua setengah reaksi.

+2

+3
Oksidasi:
Fe2+
Fe3+

+6

+3
Reduksi:
Cr2O72-
Cr3+


Tahap 3. Setarakan atom yang bukan O dan H disetiap setengah reaksi secara terpisah.
Setengah reaksi oksidasi sudah setara untuk atom Fe. Untuk setengah reaksi reduksi kita kalikan Cr3+ dengan 2 untuk menyetarakan atom Cr.
Cr2O72- → 2Cr3+
Tahap 4. Untuk reaksi dalam medium asam, tambahkan H2O untuk menyetarakan atom O dan tambahkan H+ untuk, menyetarakan ataom H.
Karena reaksi berlangsung dalam lingkungann asam, kita tambahan 7 molekul H2O di sebelah kanan setengah reaksi reduksi untuk menyetarakan atom O:
Cr2O72- → 2Cr3+ + 7H2O
Untuk menyetarakan atom H, kita tambahkan 14 ion H+ sebelah kiri:
14H+ + Cr2O72- → 2Cr3+ + 7H2O
Tahap 5. Tambahkan elektron pada salah satu sisi dari setiap setengah reaksi untuk menyetarakan muatan. Jika perlu, samakan jumlah elektron di kedua setengah reaksi dengan cara mengalikan satu atau kedua setengah reaksi dengan koefisien yang sesuai.

Untuk setengah reaksi oksidasi kita tuliskan:
Fe2+
Fe3+ + e-
Kita tambahkan 1 elektron di sisi kanan sehingga terdapat satu muatan 2+ pada setiap sisi dari setengah reaksi.
Dalam setengah reaksi  reduksi terdapat total 12 muatan positif pada sisi kiri dan hanya 6 muatan positif pada sisi kanan. Jadi, kita tambahkan 6 elektron di sebelah kiri.
14H+ + Cr2O72- + 6e- → 2Cr3+ + 7H2O
Untuk menyamakan banyaknya elektron pada kedua setengah reaksi, kita kalikan setengah reaksi oksidasi dengan 6:
6Fe2+
6Fe3+ + 6e-

Tahap 6. Jumlahkan kedua setengah reaksi dan setarakan persamaan akhir dengan pengamatan.  Elektron-elektron di kedua sisi harus saling meniadakan.
Kedua setengah reaksi dijumlahkan sehingga diperoleh:
14H+ + Cr2O72- + 6Fe2+ + 6e- → 2Cr3+ + 6Fe3+ + 7H2O + 6e-
Elektron pada kedua sisi saling meniadakan, dan kita mendapatkan persamaan ionik bersih yang sudah setara:
14H+ + Cr2O72- + 6Fe2+ → 2Cr3+ + 6Fe3+ + 7H2O
Tahap 7. Periksa kembali apakah persamaan ini mengandung jenis dan jumlah atom yang sama serta periksa juga apakah muatan pada kedua sisi persamaan sudah sama.
Untuk reaksi dalam medium basa, kita biasanya akan menyetarakan atom seperti yang telah kita lakukan pada tahap 4 untuk medium asam. Lalu, untuk setiap ion H+ biasanya kita tambahkan ion OH- yang sama banyaknya di kedua sisi persamaan. Jika H+ dan OH muncul pada sisi yang sama dari persamaan, kita biasanya akan menggabungkan ion-ion tersebut menjadi H2O.


II. 3. Kespontanan Reaksi Oksidasi Reduksi
              Selanjutnya kita akan melihat bagaimana Eo sel dihubungkan dengan kuantitas termodinamika seperti ∆Go dan K. Dalam sel galvanik, energi kimia diubah menjadi energi listrik.
              Emf terukur ialah voltase maksimum yang dapat dicapai oleh sel. Nilai ini digunakan untuk menghitung jumlah maksimum energi listrik yang dapat diperoleh dari reaksi kimia. Energi ini digunakan untuk melakukan kerja listrik (Wele), sehingga
Wmaks = Wele (elektrical)
   = -nFEsel
              Secara spesifik, perubahan energi bebas (∆G) menyatakan jumlah maksimum kerja berguna yang dapat diperoleh dari suatu reaksi:
∆G = wmaks
Jadi, kita dapat menuliskan
∆G = -nFEsel
Baik n maupun F adalah kuantitas positif dan ∆G adalah negatif untuk proses spontan, sehingga Esel harus positif. Untuk reaksi yang reaktan dan produknya ada dalam keadaan standar, persamaan di atas menjadi
∆Go = -nFEosel
Sekali lagi, Eosel positif untuk proses yang spontan.
              Sekarang dapat menghubungkan Eosel dengan konstanta kesetimbangan (K) dari reaksi redoks. Perubahan energi bebas standar ∆Go untuk reaksi dihubungkan dengan konstanta kesetimbangannya sebagai :
∆Go = -RT ln K
Jadi, jika kita gabungkan persamaan akan kita peroleh :
-nFEosel = -RT ln K

Sehingga diperoleh untuk Eosel
Eosel =
Bila T = 298 K, dapat disederhanakan dengan mensubstitusi R dan F :
Eosel =
     =  ln K
Alternatifnya, persamaan diatas dapat ditulis menggunakan logritma basis-10 dari K :
Eosel =
              Jadi, jika salah satu dari ketiga kuantitas ∆Go, K atau Eosel diketahui, 2 lainnya dapat dihitung. Hubungan-hubungan antara ∆Go, K dan Eosel dan karakteristik dari kespontanan reaksi redoks dimuat secara ringkas pada tabel.
Tabel Hubungan antara ∆Go, K, dan Eosel
∆Go
K
Eosel
Reaksi Pada
Kondisi Keadaan-Standar
Negatif
> 1
Positif
Spontan
0
= 1
0
Pada Kesetimbangan
Positif
< 1
Negatif
Nonspontan. Reaksi spontan pada arah berlawanan

II. 4. Pengukuran kecendrungan Oksidasi dan Reduksi
Pengukuran daya elektomotif
            Setengah sel terdiri dari elektrode logam M yang terendam dalam larutan ionnya, Mn+. (Anion  yang dibutuhkan untuk menjaga kenetralan listrik larutan tersebut tidak diperhatikan). Situasi yang digambarkan disini terbatas pada logam yang tidak bereaksi dengan air.
            Pada gambar di samping, melukiskan suatu pelat logam M,disebut elektrode,yang terendam dalam larutan yang mengandung ion logam Mn+. Keseluruhan susunan ini, dinamakan setengah sel. Ada tiga jenis interaksi yang dapat terjadi antara atom logam elektrode dan ion logam larutan.
Ø  Ion logam Mn+ dapat menabrak elektrode tanpa suatu perubahan.
Ø  Ion logam menabrak elektrode,mendapatkan elektron sebanyak n dan diubah menjadi atom logam M. Ion tersebut direduksi.
Ø  Atom logam M elektrode dapat kehilangan elektron sebanyak n dan memasuki larutan sebagai ion Mn+.Atom logam tersebut dioksidasi.
            Keseimbangan antara logam dan ionnya yang dapat tercapai dengan cepat dituliskan sebagai berikut :
M(p)          Mn+(aq)+n e-
Jumlah keseluruhan elektron pada elektrode sebelum dan sesudah keseimbangan tercapai akan sedikit berbeda. Akibatnya elektrode akan mendapatkan sedikit muatan listrik sedangkan larutannya mempunyai muatan yang berlawanan.
            Besarnya muatan pada elektrode, bila berada dalam keseimbangan dengan ionnya dalam larutan, ternyata berhubungan langsung dengan kecendrungan atom logam untuk teroksidasi dan ion logam tereduksi. Dengan demikian, semakin kuat kecendrungan oksidasi maka semakin negatif muatan pada elektrode (karena elektron tertinggal didalam atom yang teroksidasi). Atau, semakin kuat kecendrungan reduksi maka semakin positif muatan pada elektrode tersebut (karena elektron di ekstraksi dari permukaan logam oleh ion ketika permukaan tersebut tereduksi). Tetapi ada kesulitan bila kita mencoba untuk menggunakan besarnya muatan pada elektrode sebagai kriteria kecendrungan oksidasi dan reduksi. Besarnya muatan akan tergantung pada ukuran elektrode, atau lebih tepatnya luas permukaannya. Semakin besar luas permukaan elektrode yang berhubungan dengan larutan makin besarlah muatan yang terakumulasi bilamana keseimbangan tercapai. Masalah ini dapat diatasi dengan penetapan rapatan muatan,yaitu muatan per unit luas pada permukaan elektrode. Kuantitas ini akan tak tergantung pada luas permukaan total. Kemudian, rapatan muatan menetapkan potensial listrik pada permukaan elektrode.
            Proses hipotesis tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi kuantitas yang dikenal sebagai potensial elektrode tunggal. Tidak seorang pun mampu merancang percobaan untuk mengukur potensial elektrode tunggal. Dalam beberapa kasus sebelumnya kita mengembangkan metode tidak langsung yang menghasilkan hal yang sama seperti penggunaan hukum Hess. Disini kita membicarakan daour termokimia yang mengarah pada penaksiran tak langsung potensial alektrode tunggal, tetapi metode ini tak mampu menghasilkan nilai yang cermat dan akurat.
            Untungnya ada metode percobaan langsung yang memberikan hasil yang sangat cermat, yaitu berdasarkan penentuan percobaan potensial antara dua elektrode. Bila dibuat suatu hubungan listrik antara dua daerah yang mempunyai rapatan muatan yang berbeda maka muatan listrik akan mengalir dari daerah yang mempunyai rapatan muatan yang lebih tinggi atau potensial listrik yang lebih tinggi menuju daerah dengan rapatan muatan atau potensial listrik yang lebih rendah. Aliran muatan listrik ini disebut aliran listrik, bila antara dua titik perbedaan potensialny a makin besar, maka makin besar pula alirannya. Perbedaan potensial listrik kecil cukup untuk menghasilkan muatan listrik. Hal ini analog dengan air yang selalu akan mengalir dari tempat tinggi ke rendah, tak perduli walaupun perbedaan itu kecil saj asalkan kedua tempat itu berhubungan.

            Jadi sebagai kesimpulan kita harus menggeser perhatian kita dari setengah-sel, ke gabungan dua setengah-sel. Gabungan dua setengah-sel disebut sel elektrokimia. Hubungan listrik antara dua setengah-sel harus dilakukan dengan cara tertentu. Kedua elektrode logam dan larutannya harus berhubungan, dengan demikian lingkar arus yang sinambung terbentuk dan merupakn jalan agar paertikel bermuatan mengalir. Secara sederhan aelektrode salng dihubungkan dengan kawat logam yang memungkinkan aliran elektron.
Pengukuran daya elektromotif suatu sel
 


            Aliran listrik antara dua larutan harus terbentuk migrasi ion. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui larutan lain yang “menjembatani” kedua setengah sel dan tak dapat dengan kawat biasa; hubungan ini disebut jembatan garam (=salt bridge).
            Bila hubungan ini telah dibuat seperti terlukis dalam gambar di atas maka terjadilah perubahan berikut ini. Pada elektrode tembaga maka atom tembaga kehilangan elektronnya dan memasuki larutan sebagai ion Cu2+ . Elektron dari tembaga mengalir melalui kawat dan lingkar arus pengukur listrik menuju ke elektrode perak. Di sini ion Ag+ memperoleh elektron dan mengendap sebagai logam perak. Tanpa adanya jembatan garam maka larutan dalam setengah-sel tembaga akan kelebihan Cu2+ dan bermuatan positif. Sedangkan dalam setengah-sel perak akan kekurangan Ag+ dan kelebihan anion juga larutannya menumpuk muatan negatif. Dengan demikian arus listrik berhenti mengalir. Jembatan garam memungkinkan aliran arus listrik antara kedua larutan. Kalau kita lihat setengah-sel tembaga maka kelebihan ion Cu2+ dalam setengah-sel ini akan memasuki jembatan garam dan bermigrasi menuju setengah-sel perak. Juga anion dari jembatan garam (NO3-) pindah ke setengah-sel tembaga. Dalam setengah-sel perak, ion NO3- bermigrasi keluar dari setengah setengah-sel tersebut, sedangkan ion K+ dari jembatan garam bermigrasi ke dalamnya. Reaksi keseluruhan yang terjadi adalah sebagai berikut:
Oksidasi :    Cu(p)              Cu2+(aq)  +  2e-
Reduksi:      2{Ag+ (aq) + e-                Ag(p)}        
Keseluruhan:          Cu(p) + 2 Ag+ (aq)            Cu2+ (aq) + 2 Ag(p)  
            Pembacaan pada pengukuran lingkar arus listrik (0,463 V) juga berarti penting. Hal ini menunjukkan perbedaan potensial  di antara dua setengah-sel tersebut. Karena perbedaan potensial ini merupakan “daya dorong” elektron, maka seringkali disebut daya elektromotif (electromotive force=emf) sel atau potensial sel (cell potensial). Satuan yang digunakan untuk mengukur potensial listrik adalah volt, jadi potensial sel disebut juga dengan voltase sel (cell voltage). Satu defenisi satuan yaitu volt, dapat membantu menghubungkannya dengan satuan lain. Aliran satu coulomb muatan listik yang disebabkan perbedaan potensial sebesar satu volt akan menghasilkan kuantitas kerja sebesar satu joule.
1 joule (J)  =  1 volt (V)  x  1 coulomb  (C)
            Seng mempunyai  kecendrungan yang lebih besar untuk  teroksidasi  bila  dibandingkan  dengan       tembaga. Dengan demikian elektron mengalir dari  seng ke   elektrode    tembaga.  Reaksi  yang   terjadi   secara spontan  dalam  sel elektrokimia tersebut adalah sebagai berikut.
Oksidasi:     Zn(s)                 Zn2+(aq) + 2e-
Reduksi:          Cu2+(aq) + 2e-             Cu(s)
Keseluruhan:   Zn(s) +  Cu2+(aq)  Zn2+(aq) + Cu(s)
Penggantian Zn2+(aq) oleh Cu(s) yang merupakan kebalikan reaksi di atas tidak berjalan secara spontan.

Reaksi Zn(s) + Cu2+(aq)          Zn2+(aq) + Cu(s)
Terjadi dalam sel elektrokimia
 


            Pengukuran Ketepatan Potensial Sel. Harga emf suatu sel elektrokimia dapat diukur dengan emf sel digunakan untuk mengatasi tahanan listrik intern sel, dan karena arus berasal dari sel maka terjadilah perubahan konsentrasi spesies dalam bagian setengah-sel. Perubahan konsentrasi ini menyebabkan potensial elektrode berubah, yang berkaitan dengan menurunnya perbedaan potensial. Hal ini analog dengan perbedaan tinggi air yang makin kecil bila air mengalir di antara dua ketinggian air yang berbeda, atau perbedaan suhu dua benda makin kecil bila panas mengalir antara dua benda tersebut.
            Peralatan paling sederhana untuk pengukuran perbedaan potensial listrik adalah voltmeter biasa, tetapi harus ada arus listrik yang cukup agar voltmeter dapat mencatat suatu harga. Voltmeter tak akan memberikan harga emf sel dengan ketepatan tinggi. Pada alat yang dikenal sebagai potensiometer maka aliran arus listrik dari sel elektrokimia yang diamati akan melawan arus yang sama besar yang mengalir dengan arah yang berlawanan dan berasal dari kedua sel mempunyai emf yang sama besar tetapi berlawanan harganya.
            Diagram Sel dan Istilah. Membuat sketsa sel elektrokimia seperti gambat-gambar di atas melelahkan dan menyulitkan. Penulisan dengan lambang kerapkali digunakan untuk menggambarkan sebuah sel. Penulisan ini disebut diagram sel. Untuk sel elektrokimia dari gambar yang terakhir akan dituliskan sebagai berikut.
anode              jembatan garam    katode   
Zn (s) | Zn2+ (aq)  ||  Cu2+(aq) | Cu(s)
Setengah sel                        setengah sel
Berdasarkan konveksi, maka sebelah kiri merupakan elektrode dimana terjadi oksidasi dan disebelah kanan terjadi reduksi.
II. 5. Reaksi Autoredoks (disproporsionasi)
Reaksi disproporsionasi adalah reaksi redoks yang oksidator dan reduktornya merupakan zat yang sama. Reaksi autoredoks merupakan reaksi redoks yang mana pereaksi mengalami oksidasi sekaligus reduksi.
Contoh: Cl2(g) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + NaClO(aq) + H2O(l)
Pada reaksi tersebut Cl2 merupakan pereduksi sekaligus pengoksidasi. Biloks Cl dalam Cl2 = 0, sedangkan biloks Cl dalam NaCl dan NaClO berturut-turut -1 dan +1.

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
III. 1. Kesimpulan
              Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan hilangnya satu elektron atau lebih dari dalam zat (atom, ion, atau molekul). Bila suatu unsur dioksidasi, keadadaan oksidasinya berubah ke harga yang lebih positif. Suatu zat pengoksidasi adalah zat yang memperoleh elektron, dan dalam proses itu, zat tersebut direduksi. Definisi oksidasi ini sangat umum, karena itu berlaku juga untuk proses dalam zat padat, lelehan maupun gas.
              Sebalik, reduksi adalah suatu proses yang mengakibatkan diperolehnya satu elektron atau lebih oleh zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur direduksi, keadaan oksidasi berubah menjadi lebih negatif (kurang positif). Jadi suatu zat pereduksi adalah zat yang kehilangan elektron, dalam proses itu zat ini dioksidasi. Definisi reduksi ini juga sangat umum dan berlaku juga untuk proses dalam zat padat, lelehan maupun gas.
              Dari semua contoh di atas, nampak bahwa selalu oksidasi dan reduksi selalu berlangsung dengan serempak. Ini sangat jelas, karena elektron yang dilepaskan oleh sebuah zat harus diambil oleh zat yang lain. Jika orang membicarakan oksidasi satu zat, ia harus ingat bahwa pada saat yang sama reduksi dari sesuatu zat yang lain juga berlangsung. Oleh karena itu logis untuk berbicara mengenai reaksi oksidasi reduksi (atau reaksi redoks). Bila merujuk ke proses-proses yang melibatkan serah terima muatan.
III.   2. Saran
Demikian makalah ini penulis susun. Dan penulis mengucapkan terima kasih atas pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini, sehingga penulis dapat menyelesaikannya. Penulis merasa cukup sekian kata penutup yang disampaikan.“Tak ada gading yang tak retak”.Dalam makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan.Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun perbaikan makalah ini,dan penulis ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
Chang, Raymond. 2005.”Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti”. Erlangga. Edisi ke Tiga. Jilid 1. Halaman 100. Jakarta
Chang, Raymond. 2005.”Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti”. Erlangga. Edisi ke Tiga. Jilid 2. Halaman 204-206. Jakarta
Petrucci, Ralph. 1985. “Kimia Dasar dan Terapan Modern”. Erlangga. Jilid 3. Halaman 8-13. Jakarta
Svehla, G. 1985. “Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro”. PT. Kalman Media Pusaka. Edisi ke Lima. Bagian I. Halaman 107-108. Jakarta


1 komentar: