Selasa, 13 Agustus 2013

NON AQUEOUS MEDIA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Air telah lama dikenal sebagai pelarut universal. Pengakuan ini disebabkan oleh keberadaan air yang berlimpah di muka bumi dengan sifat dan karakteristiknya. Tidak ada pelarut lain yang memiliki fungsi serba guna sebagai pelarut dan ketersediaannya yang sama jumlahnya dengan air. Tidak ada juga penjelasan secara rinci tentang pelarut lain yang membahas berbagai karakteristik sifat fisik dan kimia selain pelarut air. Hal ini menyebabkan banyaknya alasan untuk memposisikan air sebagai pelarut yang luar biasa diantara pelarut lain.
Banyak diantaranya zat lain yang memiliki sifat pelarut sama, tetapi harus diakui bahwa sifat seperti itu biasanya tidak begitu jelas seperti di dalam air. Perbedaan antara pelarut air dengan pelarut tertentu lainnya lebih sering terletak pada perbedaan tetapan dielektriknya daripada perbedaan sifat. Hal ini dapat dilihat pada jenis pelarut bukan air seperti BrF3, N2O4, NH3, dan HF. Telah banyak dijumpai beberapa cairan yang memiliki kemampuan untuk melarutkan zat. Namun, pelarut jenis apapun itu hal yang lebih penting adalah mekanisme saat reaksi ion berlangsung sehingga pelarut itu dapat melarutkan suatu zat.
Pelarut adalah media untuk proses ionisasi yang memiliki sifat dan itu adalah sifat dasar dari setiap jenis pelarut. Hal inilah yang mengklasifikasikan pelarut ke dalam 4 klasifikasi. Semua media pengion adalah sebagai ion, sampai pada batas tertentu, ketika dalam keadaan murni, akibatnya pelarut seperti ini selalu memiliki sifat konduktor listrik yang lemah. Contohnya adalah air, cairan ammonia, hidrogen florida, cairan hidrogen sianida, dan cairan sulfur dioksida.
Pelarut pengion biasanya senyawa polar yang mempunyai muatan parsial positif dan negatif. Hal ini akan menyebabkan adanya momen dipol. Ada korelasi langsung antara besarnya momen dipol dari pelarut dengan kemampuan melarutnya. Jika momen dipol besar, maka molekul pelarut akan bereaksi dengan larutan ionik.

1.2.Tujuan

1.      Memenuhi syarat pembelajaran Kimia Anorganik.
2.      Memahami perbedaan pelarut air dan pelarut bukan air.
3.      Mengetahui berbagai contoh dan karakteristik pelarut bukan air.
4.      Mengetahui proses asam-basa dengan pelarut bukan air.













BAB II
ISI

            Mata kuliah dasar reaksi anorganik mencakup prinsip dasar reaksi anorganik dalam pelarut air dan non air. Untuk mempelajari prinsip dasar reaksi anorganik perlu memahami dahulu  konsep energi ikatan, struktur molekul, thermokimia, energi ikat, konsep entalpi, entropi, energi bebas pada kespontanan reaksi, dan pelarutan zat serta peranan medium dalam reaksi kimia. Reaksi anorganik dalam pelarut air mencakup reaksi reduksi oksidasi dan reaksi asam basa. Sedangkan reaksi anorganik dalam medium non air meliputi klasifikasi pelarut, reaksi dalam medium amoniak, reaksi dalam medium asetonitril, reaksi dalam medium HF, dan reaksi dalam medium lelehan garam.
            Suatu senyawa dapat stabil dalam keadaan gas tetapi tidak stabil dalam keadaan cair. Suatu senyawa yang bertindak sebagai asam pada pelarut tertentu akan dapat berlaku sebaliknya pada pelarut lainnya. Sifat-sifat pelarut non air meliputi konstanta dielektrik, autoionisasi, tendensi asam basa, kompleksasi, dan tendensi oksidasi-reduksi.

2.1.      Pelarut
Pelarut memiliki bentuk cair pada suhu kamar, dan diharapkan memiliki toksisitas rendah. Pelarut memiliki kemampuan khusus yang berkaitan dengan disosiasi, sifat keasaman dan kebasaan, tetapan dielektrik. Pelarut secara garis besar dibedakan atas 2 jenis, yaitu pelarut air dan pelarut non air. Pelarut-pelarut ini dapat diklasifikasikan ke dalam 4 klasifikasi.

2.2.      Klasifikasi Pelarut
            Pelarut dapat dibedakan dalam 5 parameter yaitu :
1.      Konstanta dielektrikum, e/e0.
2.      Kemampuan pelarut untuk autoionisasi.
3.      Sifat keasaman dan kebasaan.
4.   Kemampuan pelarut untuk mengalami kompleksasi.
5.      Kemampuan pelarut untuk mengalami redoks.
            Konstanta dielektrikum berkaitan dengan sifat kepolaran pelarut itu sendiri.  Pelarut yang mempunyai konstanta dielektrikum yang besar akan lebih melarutkan senyawa polar, sebaliknya pelarut dengan konstanta dielektrikum yang kecil akan kurang dapat melarutkan senyawa yang polar. Pelarut yang memiliki kemampuan untuk autoionisasi antara lain adalan H2O, HF dan PBr5. Sebagai contoh autoionisasi HF adalah :
2 HF                            H2F+     +          HF2
H2F+     disebut sebagai  asam konjugat dari HF sedangkan   HF2- disebut sebagai basa konjugat dari HF.
            Pelarut protik dapat terprotonasi atau terdeprotonasi. Protonasi dan deprotonasi tergantung dari sifat keasaman dan kebasaan solut dan solven yang  digunakan. Solut ataupun solven yang kurang asam akan berperan sebagai basa.  Sebagai contoh asam klorit, HOClO akan berperan sebagai asam bronsted kuat dalam pelarut basa, sebagai asam lemah pada pelarut air sedangkan pada pelarut H2SO4 berperan sebagai basa. Kekuatan suatu pelarut untuk berperan sebagai asam atau sebagai basa diukur dengan harga DN dan AN. Suatu pelarut yang memiliki harga DN besar sedangkan harga AN kecil menandakan pelarut lebih berperan sebagai pelarut basa.
            Kemampuan pelarut untuk mengalami kompleksasi terdapat pada pelarut amoniak dan asetonitril. Sebagai contoh: AgCl larut dalam amoniak tetapi tidak larut dalam air karena pembentukan kompleks antara Ag+ dengan NH3. Sedangkan AgNO3 larut dalam asetonitril karena pembentukan kompleks antara Ag+ dengan asetonotril, MeCN.
            Dibandingkan dengan H2O, HF adalah pelarut yang sulit mengalami redoks. H2O dapat mengalami reduksi dan oksidasi yang pada suatu saat memperlancar proses pelarutan. Contoh pelarutan dengan melalui proses redoks adalah pelarutan XeF2 dalam H2O.
XeF2 + 2H2O                   2Xe + O2 + 4 H+
PELARUT
DN
AN
e
HARNESS/SOFTNESS
Asam asetat

52,9
6,2
Hard
Aseton
17
12,5
20,7
Hard
Benzene
0,7
8,2
2,3
Hard
CCl4

8,6
2,2
Hard
Dietileter
19,2
3,9
4,3
Hard
DMSO
29,8
19,3
45
Soft
Etanol
19,0
37,1
24,3
Hard
Piridin
33,1
14,2
12,3
Sedang
Tetrahidrofuran
20,0
8,0
7,3
Sedang
Air
18
54,8
81,7
Hard

            Keterangan :    DN = Donor Number
                                    AN = Aseptor Number
                                    e = Konstanta Dielektrum

2.3.                  Reaksi Anorganik dalam Medium Non Air
            Reaksi dalam media amoniak
            Perbedaan pokok antara pelarut amoniak dengan pelarut air adalah :
1.            Amoniak memiliki harga b.p yang lebih rendah (-350C) dan memiliki daerah fase cair yang lebih pendek dibandingkan air (m.p = -780 C) sehingga penggunaannya relatif terbatas.
2.         Amoniak memiliki konstanta dielektrikum lebih rendah sehingga kurang mampu melarutkan senyawa ionik. Sebagai contoh KCl hanya terdisosiasi 30% pada pelarut amoniak sedangkan pada pelarut air 100% terdisosiasi.
3.         Amoniak merupakan asam lemah. Dibandingkan dengan air, amoniak memiliki kemampuan lebih rendah untuk memprotonasi solut atau amoniak lebih bersifat basa dibandingkan air.

Reaksi dalam media HF
Perbandingan antara pelarut HF dengan pelarut NH3 dan H2O adalah :

e
: HF   @   H2O  >  NH3
b.p.
: HF   <   H2O  >  NH3
rentang fase cair
: HF   @   H2O  >  NH3

            Sifat yang sangat menonjol dari HF adalah ikatan hidrogen yang sangat kuat sehingga sebenarnya HF selalu dalam keadaan dimer. HF sebagai pelarut ada sebagai asam konjugat atau basa konjugat, tergantung pada keasaman atau kebasaan solut. Jika solut lebih bersifat asam dibandingkan HF maka pelarut ada sebagai asam konjugat, sebaliknya jika solut lebih basa maka pelarut ada sebagai basa konjugat. HF memiliki sifat sulit teroksidasi maupun tereduksi sehingga spesies-spesies yang pada pelarut air maupun amoniak tereduksi ataupun teroksidasi maka pada pelarut HF lebih stabil. Penstabilam spesies MnO4- dapat dilakukan dengan pelarut HF:
MnO4- + 5 HF                        MnO3F + H3O+            + 2HF2-
            Penanganan pelarut HF tidak diperbolehkan menggunakan wadah terbuat dari gelas (SiO2) melainkan menggunakan wadah polipropilen atau polietilen untuk menghindari reaksi antara pelarut dengan wadah sebagai berikut:
SiO2 + 8HF                             SiF4 + 2H3O+ + 2HF2-

   

           Reaksi dalam media asetonitril

            Asetonotril, CH3CN, memiliki polaritas dan momen dipol besar dengan konstanta dielektrikum 36. Dari sifat dasar tersebut maka kelarutan solut pada asetonitril meningkat dengan meningkatnya polaritas anion. Kelarutan garam dengan ukuran kecil cenderung lebih rendah daripada kelarutan garam dengan anion berukuran besar. Pada sistem larutan yang  menghendaki pemisahan muatan kation-anion terlarut maka peggunaan pelarut asetonitril sangatlah cocok.

            Asetonitril mampu membentuk kompleks relatif kuat dengan solutya dengan pendonoran dari atom N, sama halnya dengan pelarut NH3. Contohnya terjadi pada pelarutan HgI2.

HgI2 + I-                      [HgI3] - (asetonitril)
Kemampuan pendonoran elektron dari asetonitril terlihat dari data harga Kb (konstanta kebasaan) dari NH3 yang sangat kecil jika pada pelarut asetonitril dibandingkan harga Kb NH3 pada pelarut air.
pelarut
H2O
CH3CN
pKb
4,7
16,5
Kb
10-4,7
10-16,5

Pada pelarut air NH3 lebih basa dibandingkan pada pelarut asetonitril.

            Reaksi dalam media lelehan logam
            Ada beberapa alasan mengapa lelehan garam merupakan media yang berguna untuk suatu reaksi yaitu:
1.      Lelehan garam dapat melarutkan solut yang bersifat ionik, polar, non polar dan ikatan logam.
2.      Fase cair dari pelarut ada pada daerah temperatur yang lebar.
3.      Banyak reaksi dapat dilakukan dengan media lelehan garam seperti: raksi asam basa, reaksi oksidasi reduksi, rekasi kompleksasi, dan reaksi substitusi.
Beberapa lelehan garam yang sering digunakan adalah:
             NaCl(l)                                    Na+(l)    + Cl-(l)
                                                Pelarut ionik
                                                Konduktivitas: 8000 W-1 cm-1
            AsCl3(l)                        AsCl2+ (l)          + AsCl4- (l)
                                                Pelarut kovalen
                                                Konduktivitas: 10-3 W-1 cm-1 
Pelarut lelehan garam biasanya digunakan pada reaksi dengan temperatur tinggi.

2.4.                  Amonia (NH3)
            Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini   didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Pekerjaan Amerika Serikat memberikan batas 15 menit bagi kontak dengan amonia dalam gas        berkonsentrasi 35 ppm volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum. Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian. Sekalipun amonia di AS diatur sebagai gas tak mudah terbakar, amonia masih digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup,    dan pengangkutan amonia berjumlah lebih besar dari 3.500 galon (13,248 L) harus disertai surat izin.
            Amonia yang digunakan secara komersial dinamakan amonia anhidrat. Istilah ini menunjukkan tidak adanya air pada bahan tersebut. Karena amonia mendidih di suhu -33 °C, cairan amonia harus disimpan dalam tekanan tinggi atau temperatur amat rendah. Walaupun begitu, kalor penguapannya amat tinggi    sehingga dapat ditangani dengan tabung reaksi biasa di dalam sungkup asap. "Amonia rumah" atau amonium hidroksida adalah larutan NH3 dalam air. Konsentrasi larutan tersebut diukur dalam satuan baumé. Produk larutan komersial amonia berkonsentrasi tinggi biasanya memiliki konsentrasi 26 derajat        baumé (sekitar 30 persen berat amonia pada 15.5 °C). Amonia yang berada di rumah biasanya memiliki konsentrasi 5 hingga 10 persen berat amonia. Amonia umumnya bersifat basa (pKb=4.75), namun dapat juga bertindak       sebagai asam yang amat lemah (pKa=9.25).

Gambar : Sudut Ikatan NH3 dan Bentuk Molekul NH3

UMUM
Nama Sistematis
Amonia
Nama Lain
Hidrogen nitride
Spiritus Hartshorn
Nitrosil
Vaporol
Rumus Molekul
NH3
Massa Molar
17.0306 g/mol
Penampilan
Gas tak berwarna
Berbau tajam

SIFAT-SIFAT
Massa Jenis dan Fase
0.6942 g/L, gas
Kelarutan dalam Air
89.9 g/100 ml pada 0 °C
Titik Lebur
-77.73 °C (195.42 K)
Temperatur
651 °C
Titik Didih
-33.34 °C (239.81 K)
Keasaman (pka)
9.25
Kebasaan (pkb)
4.75

STRUKTUR
Bentuk Molekul
Piramida segitiga
Momen Dipol
1.42 D
Sudut Ikatan
107.5°

            Amonia, NH3, adalah gas beracun dan tak bewarna (mp -77.7o C dan bp -33.4o C) dengan bau mengiritasi yang khas. Walaupun gas ini digunakan dalam banyak kasus sebagai larutan amonia dalam air, yakni dengan dilarutkan dalam air, amonia cair juga digunakan sebagai pelarut non-air untuk reaksi khusus. Sejak dikembangkannya proses Harber-Bosch untuk sintesis amonia di tahun 1913, amonia telah menjadi senyawa yang paling penting dalam industri kimia dan digunakan sebagai bahan baku banyak senyawa yang mengandung nitrogen.  Amonia juga digunakan sebagai refrigeran (di lemari pendingin).
            Amonia merupakan suatu pembelajaran yang lebih mendalam dibandingkan pelarut non-aqueous lainnya. Sifat fisika amonia menyerupai air kecuali konstanta dielektriknya yang lebih kecil. Konstanta dielektrik yang lebih rendah mengakibatkan turunnya kemampuan secara umum untuk melarutkan senyawa ion, terutama mengandung ion yang tinggi (misalnya karbonat, sulfat, dan pospat yang dapat larut). Dalam beberapa pelarut, daya larut nya lebih tinggi daripada konstanta dielektrik basa dan di dalam beberapa kasus konstanta dielektrik ini dapat menstabilkan interaksi antara daya larut dan amonia yang merupakan 1 jenis interaksi antara ion logam seperti Ni2+, Cu2+, dan Zn2+ serta molekul amonia yang bertindak sebagai ligan.
            Dalam ringkasan, ilmu kimia larutan amonia mirip dengan larutan air. Perbedaan yang prinsip adalah bertambahnya kebasaan amonia dan dalam mereduksi konstanta dielektrik. Hal ini tidak hanya mengurangi daya larut pada bahan ion, tetapi juga menaikkan pembentukan sepasang ion dan sekelompok ion.
Reaksi larutan ammonia
Selain air, amonia juga sebagai pelarut yang digunakan untuk reaksi kimia, dipastikan bahwa pengklasifikasi pada reaksi yang menggunakan pelarut amonia memiliki kemiripan dengan air. Ada beberapa reaksi yang dapat dilakukan dengan menggunakan amonia, yaitu :

            Reaksi asam dan basa.
                          NH3     +    NH                         NH4+ (ammonium)  +  NH2- (amida)
                       (asam)   (basa konjugasi)             (asam konjugasi)             (basa)
Dari reaksi tersebut dapat dikatakan bahwa ion amonium sebagai asam dan            ion hamida sebagai basa dalam larutan amonia.
            Reaksi Redoks
Reaksi redoks Adalah reaksi oksidasi-reduksi larutan amonia yang terdapat didalam air. Ketika gas oksigen bergerak lambat melarutkan larutan    logam sodium di dalam cairan amonia, produk pertama yang dihasilkan adalah hidroksida dan amida, selanjutnya diikuti oleh oksidasi yang terdapat dalam amida yang diubah ke dalam nitrat.
2Na + 1/2O2          NaOH +NaNH2 + NH3
4NaNH2 + 3O2          2NaOH + 2NaNO2+ 2NH3
            Reaksi Pembentukan/mempercepat reaksi
Reaksi pembentukan adalah ionisasi zat yang terkandung dalam      amonia diproses sama dengan perubahan yang terjadi dalam larutan air. Larutan amonia dapat mengubah suatu larutan yang tidak dapat dipecahkan             dalam air secara baik. Larutan ammonia yang dilarutkan dengan potassium             iodida dan ammonium klorida dapat dilihat dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
KI + NH4Cl           KCl +NH4I
            Reaksi Penguraian
Reaksi ini biasanya lebih tertuju pada penguraian ammonia atau reaksi ammonolitik dan didefinisikan sebagai metathetical (pengganti) reaksi di dalam ammonia sebagai reaktan.
Hg2Cl2 + 2NH2          Hg + HgNH2Cl + NH4+ + Cl-

2.5.      Bromin Trifluorida (BrF3)
Bromin Trifluorida adalah pelarut anorganik pengion yang kuat dan merupakan padatan berwarna kuning yang memiliki titik beku pada suhu 90C         serta titik didih 1260C. BrF3 hanya terdapat pada pelarut aprotik untuk dipostulasikan secara ionisasi pada BrF3 yang didukung oleh isolasi dan karakterisasi dengan difraksi sinar-X asam dan basa, dan menggunakan titrasi     konduktimetrik pada BrF3. Konduktifitas tertentu dari BrF3 adalah 8 x 10-3             ohm-1 cm-1 pada 250C. Permitivitas relatif sekitar 107. Proses ionisasi terjadi sesuai dengan persamaan sebagai berikut :
2BrF3                BrF2+ + BrF4-
Dari proses ionisasi tersebut, produk yang dihasilkan berupa BrF2+ yang bertindak sebagai asam dan BrF4- sebagai basa. Walaupun tidak seperti air, banyak garam fluorida mudah larut dalam larutan bromin trifluorida dan akan bereaksi membentuk basa konjugasi (solvobase). Jadi, di dalam BrF3, suatu basa adalah garam yang menyediakan ion F-, yaitu seperti kalium        fluorida (KF) yang bertindak sebagai basa dalam larutan BrF3, dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
KF + BrF3 KBrF4 (basa konjugasi)
      Selain itu, logam alkali barium dan perak (I) flourida merupakan kombinasi pelarut untuk membentuk polihalida yang terdiri dari ion planar BrF4- seperti KBrF4, Ba[BrF4]2, AgBrF4. Antimonium (V), Tin (IV), dan emas (III) fluorida juga berkombinasi dengan BrF3, hasil dari antimonium            pentafluorida ditunjukkan menjadi (BrF2)+[SbF6]-, dengan kation dan anion oktahedral yang teratur dan dengan persamaan senyawa yang dibentuk dari halida lain yang dirumuskan (BrF2+)2 [SnF6]2- dan (BrF2+) [AuF4]-. Pengukuran konduktifitas larutan yang terdiri dari (BrF2)[SbF6] dan AgBrF4 atau (BrF2)2[SnF6] dan KBrF4 yang menunjukkan nilai minimum pada reaksi 1:1 dan 1:2. Dari  perbandingan molar tersebut dengan demikian dapat mendukung rumus reaksi netralisasi sebagai berikut :
(BrF2)+[SbF6]- + Ag+BrF4-               Ag+[SbF6]- +2BrF3
(BrF2)2+[SnF6]2- + 2K+BrF4-                  K2+[SnF6]2- + 4BrF3

2.6.      Dinitrogen Tetroksida (N2O4)
Pelarut N2O4 adalah pelarut aprotik non-air yang memiliki titik lebur -120C-210C dan permitivitas relatif hanya 2,4 (sehingga merupakan pelarut yang buruk untuk sebagian besar senyawa anorganik). Reaksi persamaan asam-basa dari pelarut N2O4 adalah :
N2O4                 NO+  (nitrosonium)  +  NO3- (nitrat)
                           (asam)                   (basa)
            Dari reaksi asam-basa di atas, dapat dijelaskan bahwa asam adalah senyawa yang meningkatkan konsentrasi (positif) ion solvonium, dan basa adalah senyawa yang menghasilkan peningkatan (negatif) ion solvate, di mana solvonium dan solvate adalah ion yang ditemukan dalam pelarut murni dalam        kesetimbangan dengan molekul netralnya. Ionisasi dinitrogen tetroksida         menurut persamaan di atas juga sangat kecil, yaitu hanya 2 x 10-13 ohm-1 cm-1 pada 170C. Kehadiran ion nitrat dalam pelarut cair ditandai dengan pertukaran nitrat antara dinitrogen tetroksida cair dan nitrat tetraetilamonium (yang larut karena energi kisi yang sangat rendah). Logam seperti lithium dan natrium bereaksi dengan cairan untuk membebaskan oksida nitrat, misalnya :
Li + N2O4         LiNO3 + NO
            Logam yang kurang reaktif dapat bereaksi cepat jika nitrosil klorida, nitrat tetraetilamonium, atau molekul donor organik seperti asetonitril atau kehadiran etil asetat. Nitrosyl klorida dapat dianggap sebagai asam yang             sangat lemah dalam N2O4 cair yang didasarkan oleh Tetraetilamonium nitrat pada logam seperti seng dan aluminium yang muncul dari pembentukan kompleks nitrat dengan reaksi sebagai berikut :
Zn + 2Et4NNO3 + 2N2O4          (Et4N)2 [Zn(NO3)4] + 2NO
      Molekul donor organik tampaknya bertindak dengan meningkatkan derajat ionisasi dirinya sendiri dari pelarut koordinasi dengan kation NO+. Jadi asetonitril atau etil asetat-dinitrogen tetroksida mudah melarutkan tembaga, besi dan seng dengan pembentukan asam NO[Cu(NO3)3].
Cu + 3N2O4              NO[Cu(NO3)3] + 2NO
      Adanya kation NO+ dalam zat ini ditunjukkan oleh karakteristik penyerapan inframerah sekitar 2300 cm-1. Analogi turunan logam lainnya yang diperoleh melalui kerja tetroksida dinitrogen pada karbonil logam, seperti :
Mn2(CO)10 + 8N2O4           2(NO)2[Mn(NO3)4] + 4NO + 10CO

2.7.      Hidrogen Fluorida (HF)
                Hidrogen fluorida, HF, adalah gas tak bewarna, berasap, bertitik didih rendah (mp -83o C dan bp 19.5o C), dengan bau yang mengiritasi. Gas ini biasa digunakan untuk mempreparasi senyawa anorganik dan organik yang mengandung   fluor. Karena permitivi-tasnya yang tinggi, senyawa ini dapat digunakan sebagai pelarut  non-air yang khusus. Larutan dalam air gas ini disebut asam fluorat dan disimpan dalam wadah polietilen karena asam ini menyerang gelas.
                Hidrogen fluorida berbentuk kaca dan telah diaplikasikan bukan hanya sebagai bahan pelarut mengandung air secara komparatif, hal ini dapat diatasi dengan mengurangi gangguan yang banyak mengandung fluor (seperti             polytetrafluorethylene), jika fluor dalam keadaan kering, pada tembaga dan stainless steel memiliki ruang hampa. HF padat yaitu dari -890C-19,50C dan           memiliki permitivitas relatif dari 84 pada 00C, serta konduktivitas spesifik pada suhunya adalah sekitar 10-6ohm -1 cm-1. Tetapan kesetimbangan untuk             ionisasi HF sesuai dengan persamaan berikut :
3HF                  H2F+  +   HF2-
                    (asam)      (basa)
Konstanta keseimbangan HF kira-kira 10-12-0oC. Hidrogen fluorida adalah ikatan hidrogen yang sangat kuat, tetapi HF hanya memiliki 1H per molekul, membentuk rantai dan cincin dari berbagai ukuran dalam siklus tertentu (HF)6, bertahan dalam uap, sehingga nilai untuk titik didihnya relatif rendah (perlu dicatat bahwa hidrogen halida lainnya yang tidak terikat hidrogen, jauh lebih mudah menguap).
Kebanyakan garam diubah menjadi fluorida oleh cairan fluorida hidrogen dan hanya beberapa yang larut diantaranya adalah alkali tanah, alkali, perak, dan thalium. Fluorida larut untuk membentuk asam fluorida misalnya K[HF2], K[H2F3];  fluor pertama kali diisolasi oleh elektrolisis dan   menyatu dengan K[HF2]. Asam anorganik dan organik biasanya terprotonasi             seperti asam asetik membentuk CH3C(OH)2+HF2- beberapa molekul fluorida. Namun, bertindak sebagai akseptor ion fluorida yang mengarah pada pembentukan kation H2F+ dan mengandung larutan asam yang sangat kuat, misalnya :
2HF + SbF5            H2F+[SbF6]-
2HF + AsF5                 H2F+[AsF6]-
Fosfor pentafluorida H2F+[PF6]- dan boron trifluorida H2F+[BF4]- hanya untuk ukuran kecil sebagai asam lemah dalam media ini. Elektrolisis dalam cairan fluorida hidrogen merupakan jalur penting untuk persiapan senyawa fluor baik secara organik dan anorganik. Jadi, oksidasi anodik hasil fluorida amonium NFH2, NF2H, dan NF3 dari hasil H2O menghasilkan OF2 dan dari CH3COOH, (C2H5)2O, dan (CH3)3N menghasilkan CF3COOH, (C2F5)2O, dan (CF3)3N.

2.8.      Superasam
Ada sejumlah zat cair yang sifat asamnya nyata, yaitu sekitar 106-1010 kali dibandingkan larutan pekat asam seperti asam nitrat dan asam sulfat yang        dikenal dengan nama asam super (superacid) yang terdiri dari asam kuat     Bronsted, asam kuat Lewis, atau kombinasi dari asam kuat keduanya. Konsentrasi ion hidrogen dan pH hanya dapat dilihat dalam larutan encer asam dalam pelarut air. Keasaman dalam larutan pekat dan pelarut non-air diukur dengan menggunakan fungsi keasaman Hammett. Fungsi ini memungkinkan pengukuran keasaman berbagai asam dalam pelarut non-air. Fungsi keasaman Hammett dalam kesetimbangan, yaitu :
            B + H + → BH+
            Ho =  pKBH+  - Log [BH+]
                                              B
            Ket:
            B =  indikator basa
            BH+  =  bentuk terprotonnya
            pKBH+  =  log K bagi disosiasi BH+
            Perbandingan  BH+ dapat diukur secara spektrofotometri.
                                      B
            Dalam larutan encer :
            KBH+ = [B] [H+]
                         [BH+]
            Ho = - log [B] [H+]    log [BH+]  = - log [H+] = pH
                               [BH+]                 [B]
Asam dengan -H0 lebih dari 6 disebut super asam. Asam ini 106 kali lebih kuat dari larutan asam kuat 1 molar.  -H0 untuk asam sulfat murni adalah 12.1, 21.1 untuk larutan HF dalam SbF5, dan 26.5 untuk kombinasi HSO3F dan SbF5. Superasam mempunyai kemampuan untuk mengambil H- dari hidrokarbon dan melakukan pertukaran H-D dan pemotongan ikatan C-C, dsb.    Berikut adalah persamaan reaksi superacid yang terjadi pada campuran         HSO3F dan SbF5 (asam lewis) (H0 = -19.2) :
SbF5 + 2HSO3F    FSO3SbF5-  + H2SO3F+                         (magic acid)   
Selain itu, reaksi superacid terkuat diketahui terdapat dalam larutan asam   fluoroantimon (H0= -31.3) yang merupakan kombinasi dari antimon pentafluorida (asam lewis) dan hidrogen fluorida dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
SbF5 + 2HF    H2F+  + SbF6-

            Fungsi Keasaman Hammet
            Fungsi keasaman Hammet adalah sebuah pengukuran keasaman yang digunakan untuk larutan asam kuat yang sangat pekat, meliputi superasam. Dalam larutan seperti itu, pendekatan yang sederhana seperti persamaan Henderson-Hasselbalch tidak lagi berlaku oleh karena variasi koefisien keaktifan di larutan yang sangat pekat. Fungsi keasaman Hammet digunakan di bidang-bidang seperti kimia organik fisik dalam kajian reaksi yang dikatalisasi oleh asam karena beberapa reaksi ini menggunakan asam yang sangat pekat, atau bahkan asam murni. Fungsi keasaman Hammett, H0, digunakan sebagai pengganti pH. Ia didefinisikan sebagai:
dengan a adalah keaktifan, dan γ adalah koefisien keaktifan basa B dan konjugat asamnya BH+. H0 dapat dihitung menggunakan persamaan yang mirip dengan persamaan Henderson-Hasselbalch:
dengan pKBH+ adalah −log(K) untuk disosiasi BH+. Dengan menggunakan basa yang memiliki nilai pKBH+ yang sangat negatif, skala H0 dapat diperluas sampai dengan nilai yang negatif. Hammett pertama kali menggunakan sederet anilina dengan gugus penarik-elektron sebagai basa.
            Pada skala ini, asam sulfat murni (18.4 M) mempunyai nilai H0 −12, dan asam pirosulfat mempunyai nilai H0 ~ −15.[2] Perlu diperhatikan bahwa fungsi keasaman Hammet menghindari air dalam persamaannya. Ia merupakan perampatan (generalization) skala pH. Dalam larutan yang encer, nilai pH hampir sama dengan nilai H0. Dengan menggunakan pengukuran kuantitatif keasaman yang tidak bergantung pada pelarut, implikasi dari efek perataan bisa dihilangkan, sehingga adalah mungkin untuk secara langsung membandingkan keasaman senyawa-senyawa yang berbeda. Dengan menggunakan pKa, HF lebih lemah daripada HCl dalam air, namun ia akan menjadi lebih kuar dari HCl dalam asam asetat glasial; namun HF murni "lebih kuat" dari HCl karena H0 dari HF murni lebih tinggi dari HCl murni.)
       H0 untuk beberapa asam pekat :
            Asam fluoroantimonat: −31.3
            Asam ajaib: −19.2
            Superasam karborana: −18.0
            Asam florosulfat: −15.1
            Asam triflat: −14.9
            Asam sulfat −12.0
            Untuk campuran (misalnya asam yang diencerkan di air), fungsi keasaman bergantung pada komposisi campuran dan harus ditentukan secara empiris. Grafik H0 vs fraksi mol dapat ditemukan pada beberapa literatur.
            Walaupun fungsi keasaman Hammet dikenal baik untuk fungsi keasaman, fungsi-fungsi keasaman lainnya juga telah dikembangkan oleh Arnett, Cox, Katrizky, Yates, dan Stevens.








BAB III
PENUTUP

3.1.       Simpulan
Pelarut non-aqueous anorganik adalah pelarut selain air yang bukan merupakan senyawa organik. Contoh umum adalah cairan amonia, cairan sulfur dioksida, klorida dan fluoride sulfuryl, klorida fosforil, tetroksida             dinitrogen, antimontriklorida, pentafluorida brom-in, hydrogen fluorida,     asam sulfat murni, dan asam-asam anorganik lain. Walaupun tidak sesempurna pelarut air dalam hal sifat dan karakteristik, tetapi pelarut-pelarut ini sering digunakan dalam penelitian kimia dan industri untuk reaksi yang tidak dapat terjadi dalam larutan air atau yang membutuhkan lingkungan khusus.

3.2.       Saran
Demikianlah makalah ini disusun. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan tepat waktu. Dalam makalah ini             masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun untuk makalah ini agar dapat menjadi acuan dalam materi kimia anorganik selanjutnya dan penulis mengucapkan terima kasih.






DAFTAR PUSTAKA

Albert, C. F. dan Wilkinson, G. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Sahati Suharto. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta. 203-205.
Sharpe, A. G. 1991. Inorganic Chemistry. Longman Scientific and Technical. Singapore. 196-208.
Huheey, J. E., Keiter, E. A., dan Keiter, R. L. 1993. Inorganic Chemistry Principles of Structure and Reactivity. ed 4. HarperCollins College Publishers. New York. 359-374.
Gilreath, E. S. 1958. Fundamental Concepts of Inorganic Chemistry. McGraw-Hill Book Company, Inc. London. 313-325.
Huheey, J. E. 1978. Inorganic Chemistry Principles of Structure and Reactivity. ed 2. Harper and Row Publishers. New York. 291-295.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar