BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Air telah lama dikenal
sebagai pelarut universal. Pengakuan ini disebabkan oleh keberadaan air yang
berlimpah di muka bumi dengan sifat dan karakteristiknya. Tidak ada pelarut
lain yang memiliki fungsi serba guna sebagai pelarut dan ketersediaannya yang
sama jumlahnya dengan air. Tidak ada juga penjelasan secara rinci tentang
pelarut lain yang membahas berbagai karakteristik sifat fisik dan kimia selain
pelarut air. Hal ini menyebabkan banyaknya alasan untuk memposisikan air
sebagai pelarut yang luar biasa diantara pelarut lain.
Banyak diantaranya zat
lain yang memiliki sifat pelarut sama, tetapi harus diakui bahwa sifat seperti
itu biasanya tidak begitu jelas seperti di dalam air. Perbedaan antara pelarut
air dengan pelarut tertentu lainnya lebih sering terletak pada perbedaan
tetapan dielektriknya daripada perbedaan sifat. Hal ini dapat dilihat pada
jenis pelarut bukan air seperti BrF3, N2O4,
NH3, dan HF. Telah banyak dijumpai beberapa cairan yang memiliki
kemampuan untuk melarutkan zat. Namun, pelarut jenis apapun itu hal yang lebih
penting adalah mekanisme saat reaksi ion berlangsung sehingga pelarut itu dapat
melarutkan suatu zat.
Pelarut adalah media
untuk proses ionisasi yang memiliki sifat dan itu adalah sifat dasar dari
setiap jenis pelarut. Hal inilah yang mengklasifikasikan pelarut ke dalam 4
klasifikasi. Semua media pengion adalah sebagai ion, sampai pada batas
tertentu, ketika dalam keadaan murni, akibatnya pelarut seperti ini selalu
memiliki sifat konduktor listrik yang lemah. Contohnya adalah air, cairan
ammonia, hidrogen florida, cairan hidrogen sianida, dan cairan sulfur dioksida.
Pelarut pengion
biasanya senyawa polar yang mempunyai muatan parsial positif dan negatif. Hal
ini akan menyebabkan adanya momen dipol. Ada korelasi langsung antara besarnya
momen dipol dari pelarut dengan kemampuan melarutnya. Jika momen dipol besar,
maka molekul pelarut akan bereaksi dengan larutan ionik.
1.2.Tujuan
1.
Memenuhi syarat pembelajaran Kimia
Anorganik.
2.
Memahami perbedaan pelarut air dan
pelarut bukan air.
3.
Mengetahui berbagai contoh dan
karakteristik pelarut bukan air.
4.
Mengetahui proses asam-basa dengan
pelarut bukan air.
BAB II
ISI
Mata
kuliah dasar reaksi anorganik mencakup prinsip dasar reaksi anorganik dalam
pelarut air dan non air. Untuk mempelajari prinsip dasar reaksi anorganik perlu
memahami dahulu konsep energi ikatan,
struktur molekul, thermokimia, energi ikat, konsep entalpi, entropi, energi
bebas pada kespontanan reaksi, dan pelarutan zat serta peranan medium dalam
reaksi kimia. Reaksi anorganik dalam pelarut air mencakup reaksi reduksi
oksidasi dan reaksi asam basa. Sedangkan reaksi anorganik dalam medium non air
meliputi klasifikasi pelarut, reaksi dalam medium amoniak, reaksi dalam medium
asetonitril, reaksi dalam medium HF, dan reaksi dalam medium lelehan garam.
Suatu
senyawa dapat stabil dalam keadaan gas tetapi tidak stabil dalam keadaan cair.
Suatu senyawa yang bertindak sebagai asam pada pelarut tertentu akan dapat
berlaku sebaliknya pada pelarut lainnya. Sifat-sifat pelarut non air meliputi
konstanta dielektrik, autoionisasi, tendensi asam basa, kompleksasi, dan
tendensi oksidasi-reduksi.
2.1. Pelarut
Pelarut memiliki bentuk
cair pada suhu kamar, dan diharapkan memiliki toksisitas rendah. Pelarut
memiliki kemampuan khusus yang berkaitan dengan disosiasi, sifat keasaman dan
kebasaan, tetapan dielektrik. Pelarut secara garis besar dibedakan atas 2
jenis, yaitu pelarut air dan pelarut non air. Pelarut-pelarut ini dapat
diklasifikasikan ke dalam 4 klasifikasi.
2.2. Klasifikasi
Pelarut
Pelarut
dapat dibedakan dalam 5 parameter yaitu :
1. Konstanta
dielektrikum, e/e0.
2. Kemampuan
pelarut untuk autoionisasi.
3. Sifat
keasaman dan kebasaan.
4. Kemampuan pelarut untuk mengalami
kompleksasi.
5. Kemampuan
pelarut untuk mengalami redoks.
Konstanta dielektrikum berkaitan
dengan sifat kepolaran pelarut itu sendiri.
Pelarut yang mempunyai konstanta dielektrikum yang besar akan lebih
melarutkan senyawa polar, sebaliknya pelarut dengan konstanta dielektrikum yang
kecil akan kurang dapat melarutkan senyawa yang polar. Pelarut yang memiliki
kemampuan untuk autoionisasi antara lain adalan H2O, HF dan PBr5.
Sebagai contoh autoionisasi HF adalah :

H2F+ disebut sebagai asam konjugat dari HF sedangkan HF2-
disebut sebagai basa konjugat dari HF.
Pelarut protik dapat terprotonasi
atau terdeprotonasi. Protonasi dan deprotonasi tergantung dari sifat keasaman
dan kebasaan solut dan solven yang
digunakan. Solut ataupun solven yang kurang asam akan berperan sebagai
basa. Sebagai contoh asam klorit, HOClO
akan berperan sebagai asam bronsted kuat dalam pelarut basa, sebagai asam lemah
pada pelarut air sedangkan pada pelarut H2SO4 berperan
sebagai basa. Kekuatan suatu pelarut untuk berperan sebagai asam atau sebagai
basa diukur dengan harga DN dan AN. Suatu pelarut yang memiliki harga DN besar
sedangkan harga AN kecil menandakan pelarut lebih berperan sebagai pelarut
basa.
Kemampuan pelarut untuk mengalami
kompleksasi terdapat pada pelarut amoniak dan asetonitril. Sebagai contoh: AgCl
larut dalam amoniak tetapi tidak larut dalam air karena pembentukan kompleks
antara Ag+ dengan NH3. Sedangkan AgNO3 larut
dalam asetonitril karena pembentukan kompleks antara Ag+ dengan
asetonotril, MeCN.
Dibandingkan dengan H2O,
HF adalah pelarut yang sulit mengalami redoks. H2O dapat mengalami
reduksi dan oksidasi yang pada suatu saat memperlancar proses pelarutan. Contoh
pelarutan dengan melalui proses redoks adalah pelarutan XeF2 dalam H2O.

PELARUT
|
DN
|
AN
|
e
|
HARNESS/SOFTNESS
|
Asam asetat
|
52,9
|
6,2
|
Hard
|
|
Aseton
|
17
|
12,5
|
20,7
|
Hard
|
Benzene
|
0,7
|
8,2
|
2,3
|
Hard
|
CCl4
|
8,6
|
2,2
|
Hard
|
|
Dietileter
|
19,2
|
3,9
|
4,3
|
Hard
|
DMSO
|
29,8
|
19,3
|
45
|
Soft
|
Etanol
|
19,0
|
37,1
|
24,3
|
Hard
|
Piridin
|
33,1
|
14,2
|
12,3
|
Sedang
|
Tetrahidrofuran
|
20,0
|
8,0
|
7,3
|
Sedang
|
Air
|
18
|
54,8
|
81,7
|
Hard
|
Keterangan : DN = Donor Number
AN = Aseptor
Number
e
= Konstanta Dielektrum
2.3.
Reaksi Anorganik dalam
Medium Non Air
Reaksi dalam media amoniak
Perbedaan pokok antara pelarut
amoniak dengan pelarut air adalah :
1.
Amoniak memiliki harga b.p yang lebih
rendah (-350C) dan memiliki daerah fase cair yang lebih pendek
dibandingkan air (m.p = -780 C) sehingga penggunaannya relatif
terbatas.
2. Amoniak memiliki konstanta dielektrikum
lebih rendah sehingga kurang mampu melarutkan senyawa ionik. Sebagai contoh KCl
hanya terdisosiasi 30% pada pelarut amoniak sedangkan pada pelarut air 100%
terdisosiasi.
3. Amoniak merupakan asam lemah. Dibandingkan
dengan air, amoniak memiliki kemampuan lebih rendah untuk memprotonasi solut
atau amoniak lebih bersifat basa dibandingkan air.
Reaksi dalam media HF
Perbandingan antara
pelarut HF dengan pelarut NH3 dan H2O adalah :
e
|
: HF @ H2O >
NH3
|
b.p.
|
: HF <
H2O > NH3
|
rentang fase cair
|
: HF @ H2O
> NH3
|
Sifat yang sangat menonjol dari HF
adalah ikatan hidrogen yang sangat kuat sehingga sebenarnya HF selalu dalam
keadaan dimer. HF sebagai pelarut ada sebagai asam konjugat atau basa konjugat,
tergantung pada keasaman atau kebasaan solut. Jika solut lebih bersifat asam
dibandingkan HF maka pelarut ada sebagai asam konjugat, sebaliknya jika solut
lebih basa maka pelarut ada sebagai basa konjugat. HF memiliki sifat sulit
teroksidasi maupun tereduksi sehingga spesies-spesies yang pada pelarut air
maupun amoniak tereduksi ataupun teroksidasi maka pada pelarut HF lebih stabil.
Penstabilam spesies MnO4- dapat dilakukan dengan pelarut
HF:

Penanganan pelarut HF tidak
diperbolehkan menggunakan wadah terbuat dari gelas (SiO2) melainkan
menggunakan wadah polipropilen atau polietilen untuk menghindari reaksi antara
pelarut dengan wadah sebagai berikut:

Reaksi dalam media asetonitril
Asetonotril, CH3CN, memiliki polaritas dan momen dipol besar dengan konstanta dielektrikum 36. Dari sifat dasar tersebut maka kelarutan solut pada asetonitril meningkat dengan meningkatnya polaritas anion. Kelarutan garam dengan ukuran kecil cenderung lebih rendah daripada kelarutan garam dengan anion berukuran besar. Pada sistem larutan yang menghendaki pemisahan muatan kation-anion terlarut maka peggunaan pelarut asetonitril sangatlah cocok.
Asetonitril mampu membentuk kompleks relatif kuat dengan solutya dengan pendonoran dari atom N, sama halnya dengan pelarut NH3. Contohnya terjadi pada pelarutan HgI2.

Kemampuan pendonoran elektron dari
asetonitril terlihat dari data harga Kb (konstanta kebasaan) dari NH3
yang sangat kecil jika pada pelarut asetonitril dibandingkan harga Kb NH3
pada pelarut air.
pelarut
|
H2O
|
CH3CN
|
pKb
|
4,7
|
16,5
|
Kb
|
10-4,7
|
10-16,5
|
Pada pelarut air NH3 lebih
basa dibandingkan pada pelarut asetonitril.
Reaksi dalam media lelehan logam
Ada beberapa alasan mengapa lelehan
garam merupakan media yang berguna untuk suatu reaksi yaitu:
1.
Lelehan garam dapat melarutkan solut
yang bersifat ionik, polar, non polar dan ikatan logam.
2.
Fase cair dari pelarut ada pada daerah
temperatur yang lebar.
3.
Banyak reaksi dapat dilakukan dengan
media lelehan garam seperti: raksi asam basa, reaksi oksidasi reduksi, rekasi
kompleksasi, dan reaksi substitusi.
Beberapa lelehan garam yang
sering digunakan adalah:

Pelarut
ionik
Konduktivitas:
8000 W-1
cm-1

Pelarut
kovalen
Konduktivitas:
10-3 W-1
cm-1
Pelarut lelehan
garam biasanya digunakan pada reaksi dengan temperatur tinggi.
2.4. Amonia (NH3)
Amonia adalah senyawa kimia dengan
rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati
berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun amonia
memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia sendiri
adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Administrasi Keselamatan
dan Kesehatan Pekerjaan Amerika Serikat memberikan batas 15 menit bagi kontak
dengan amonia dalam gas berkonsentrasi
35 ppm volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum. Kontak dengan gas amonia
berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian.
Sekalipun amonia di AS diatur sebagai gas tak mudah terbakar, amonia masih
digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup, dan pengangkutan amonia berjumlah lebih besar dari 3.500 galon
(13,248 L) harus disertai surat izin.
Amonia yang digunakan secara
komersial dinamakan amonia anhidrat. Istilah ini menunjukkan tidak adanya air
pada bahan tersebut. Karena amonia mendidih di suhu -33 °C, cairan amonia harus
disimpan dalam tekanan tinggi atau temperatur amat rendah. Walaupun begitu,
kalor penguapannya amat tinggi sehingga
dapat ditangani dengan tabung reaksi biasa di dalam sungkup asap. "Amonia
rumah" atau amonium hidroksida adalah larutan NH3 dalam air. Konsentrasi
larutan tersebut diukur dalam satuan baumé. Produk larutan komersial amonia
berkonsentrasi tinggi biasanya memiliki konsentrasi 26 derajat baumé (sekitar 30 persen berat amonia
pada 15.5 °C). Amonia yang berada di rumah biasanya memiliki konsentrasi 5
hingga 10 persen berat amonia. Amonia umumnya bersifat basa (pKb=4.75),
namun dapat juga bertindak sebagai
asam yang amat lemah (pKa=9.25).


Gambar : Sudut Ikatan NH3 dan Bentuk Molekul NH3
UMUM
|
|
Nama
Sistematis
|
Amonia
|
Nama Lain
|
Hidrogen nitride
Spiritus
Hartshorn
Nitrosil
Vaporol
|
Rumus Molekul
|
NH3
|
Massa Molar
|
17.0306 g/mol
|
Penampilan
|
Gas tak berwarna
Berbau tajam
|
SIFAT-SIFAT
|
|
Massa Jenis
dan Fase
|
0.6942 g/L, gas
|
Kelarutan
dalam Air
|
89.9 g/100 ml
pada 0 °C
|
Titik Lebur
|
-77.73 °C
(195.42 K)
|
Temperatur
|
651 °C
|
Titik Didih
|
-33.34 °C
(239.81 K)
|
Keasaman
(pka)
|
9.25
|
Kebasaan
(pkb)
|
4.75
|
STRUKTUR
|
|
Bentuk
Molekul
|
Piramida
segitiga
|
Momen Dipol
|
1.42 D
|
Sudut Ikatan
|
107.5°
|
Amonia, NH3, adalah gas beracun
dan tak bewarna (mp -77.7o C dan bp -33.4o C) dengan bau mengiritasi yang khas.
Walaupun gas ini digunakan dalam banyak kasus sebagai larutan amonia dalam air,
yakni dengan dilarutkan dalam air, amonia cair juga digunakan sebagai pelarut
non-air untuk reaksi khusus. Sejak dikembangkannya proses Harber-Bosch untuk
sintesis amonia di tahun 1913, amonia telah menjadi senyawa yang paling penting
dalam industri kimia dan digunakan sebagai bahan baku banyak senyawa yang
mengandung nitrogen. Amonia juga
digunakan sebagai refrigeran (di lemari pendingin).
Amonia merupakan suatu pembelajaran
yang lebih mendalam dibandingkan pelarut non-aqueous lainnya. Sifat fisika
amonia menyerupai air kecuali konstanta dielektriknya yang lebih kecil.
Konstanta dielektrik yang lebih rendah mengakibatkan turunnya kemampuan secara
umum untuk melarutkan senyawa ion, terutama mengandung ion yang tinggi
(misalnya karbonat, sulfat, dan pospat yang dapat larut). Dalam beberapa
pelarut, daya larut nya lebih tinggi daripada konstanta dielektrik basa dan di
dalam beberapa kasus konstanta dielektrik ini dapat menstabilkan interaksi
antara daya larut dan amonia yang merupakan 1 jenis interaksi antara ion logam
seperti Ni2+, Cu2+, dan Zn2+ serta molekul
amonia yang bertindak sebagai ligan.
Dalam ringkasan, ilmu kimia larutan
amonia mirip dengan larutan air. Perbedaan yang prinsip adalah bertambahnya
kebasaan amonia dan dalam mereduksi konstanta dielektrik. Hal ini tidak hanya
mengurangi daya larut pada bahan ion, tetapi juga menaikkan pembentukan sepasang
ion dan sekelompok ion.
Reaksi larutan ammonia
Selain air, amonia juga
sebagai pelarut yang digunakan untuk reaksi kimia, dipastikan bahwa
pengklasifikasi pada reaksi yang menggunakan pelarut amonia memiliki kemiripan
dengan air. Ada beberapa reaksi yang dapat dilakukan dengan menggunakan amonia,
yaitu :
Reaksi
asam dan basa.

(asam) (basa konjugasi) (asam konjugasi) (basa)
Dari reaksi tersebut dapat dikatakan bahwa
ion amonium sebagai asam dan ion
hamida sebagai basa dalam larutan amonia.
Reaksi
Redoks
Reaksi redoks Adalah
reaksi oksidasi-reduksi larutan amonia yang terdapat
didalam air. Ketika gas oksigen bergerak lambat melarutkan larutan logam sodium di dalam cairan amonia, produk
pertama yang dihasilkan adalah hidroksida dan amida, selanjutnya diikuti oleh
oksidasi yang terdapat dalam amida yang diubah ke dalam nitrat.


Reaksi
Pembentukan/mempercepat reaksi
Reaksi pembentukan
adalah ionisasi zat yang terkandung dalam amonia
diproses sama dengan perubahan yang terjadi dalam larutan air. Larutan amonia dapat
mengubah suatu larutan yang tidak dapat dipecahkan dalam air secara baik. Larutan ammonia yang dilarutkan
dengan potassium iodida dan
ammonium klorida dapat dilihat dengan persamaan reaksi sebagai berikut:

Reaksi
Penguraian
Reaksi ini biasanya
lebih tertuju pada penguraian ammonia atau reaksi ammonolitik dan didefinisikan
sebagai metathetical (pengganti) reaksi di dalam ammonia sebagai reaktan.

2.5. Bromin
Trifluorida (BrF3)
Bromin Trifluorida adalah
pelarut anorganik pengion yang kuat dan merupakan padatan berwarna kuning yang
memiliki titik beku pada suhu 90C serta
titik didih 1260C. BrF3 hanya terdapat pada pelarut
aprotik untuk dipostulasikan secara ionisasi pada BrF3 yang didukung
oleh isolasi dan karakterisasi dengan difraksi sinar-X asam dan basa, dan
menggunakan titrasi konduktimetrik
pada BrF3. Konduktifitas tertentu dari BrF3 adalah 8 x 10-3
ohm-1 cm-1
pada 250C. Permitivitas relatif sekitar 107. Proses ionisasi terjadi
sesuai dengan persamaan sebagai berikut :

Dari proses ionisasi
tersebut, produk yang dihasilkan berupa BrF2+ yang bertindak sebagai asam dan BrF4-
sebagai basa. Walaupun tidak seperti air, banyak garam fluorida mudah larut
dalam larutan bromin trifluorida dan akan bereaksi membentuk basa konjugasi
(solvobase). Jadi, di dalam BrF3, suatu basa adalah garam yang
menyediakan ion F-, yaitu seperti kalium fluorida (KF) yang bertindak sebagai basa dalam larutan BrF3,
dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
KF
+ BrF3 → KBrF4 (basa konjugasi)
Selain
itu, logam alkali barium dan perak (I) flourida merupakan kombinasi pelarut
untuk membentuk polihalida yang terdiri dari ion planar BrF4-
seperti KBrF4, Ba[BrF4]2, AgBrF4.
Antimonium (V), Tin (IV), dan emas (III) fluorida juga berkombinasi dengan BrF3,
hasil dari antimonium pentafluorida
ditunjukkan menjadi (BrF2)+[SbF6]-,
dengan kation dan anion oktahedral yang teratur dan dengan persamaan senyawa
yang dibentuk dari halida lain yang dirumuskan (BrF2+)2
[SnF6]2- dan (BrF2+) [AuF4]-.
Pengukuran konduktifitas larutan yang terdiri dari (BrF2)[SbF6]
dan AgBrF4 atau (BrF2)2[SnF6] dan
KBrF4 yang menunjukkan nilai minimum pada reaksi 1:1 dan 1:2.
Dari perbandingan molar tersebut dengan
demikian dapat mendukung rumus reaksi netralisasi sebagai berikut :


2.6. Dinitrogen
Tetroksida (N2O4)
Pelarut N2O4
adalah pelarut aprotik non-air yang memiliki titik lebur -120C-210C
dan permitivitas relatif hanya 2,4 (sehingga merupakan pelarut yang buruk untuk
sebagian besar senyawa anorganik). Reaksi persamaan asam-basa dari pelarut N2O4
adalah :

(asam) (basa)
Dari
reaksi asam-basa di atas, dapat dijelaskan bahwa asam adalah senyawa yang meningkatkan konsentrasi (positif) ion solvonium,
dan basa adalah senyawa yang menghasilkan peningkatan (negatif) ion solvate,
di mana solvonium dan solvate adalah ion
yang ditemukan dalam pelarut
murni dalam kesetimbangan dengan molekul netralnya. Ionisasi dinitrogen tetroksida menurut persamaan di atas juga sangat
kecil, yaitu hanya 2 x 10-13 ohm-1 cm-1 pada
170C. Kehadiran ion nitrat dalam pelarut cair ditandai dengan
pertukaran nitrat antara dinitrogen tetroksida cair dan nitrat tetraetilamonium
(yang larut karena energi kisi yang sangat rendah). Logam seperti lithium dan
natrium bereaksi dengan cairan untuk membebaskan oksida nitrat, misalnya :

Logam
yang kurang reaktif dapat bereaksi cepat jika nitrosil klorida, nitrat
tetraetilamonium, atau molekul donor organik seperti asetonitril atau kehadiran
etil asetat. Nitrosyl klorida dapat dianggap sebagai asam yang sangat lemah dalam N2O4
cair yang didasarkan oleh Tetraetilamonium nitrat pada logam seperti seng dan
aluminium yang muncul dari pembentukan kompleks nitrat dengan reaksi sebagai
berikut :

Molekul donor organik tampaknya bertindak dengan meningkatkan
derajat ionisasi dirinya sendiri dari pelarut koordinasi dengan kation NO+.
Jadi asetonitril atau etil asetat-dinitrogen tetroksida mudah melarutkan
tembaga, besi dan seng dengan pembentukan asam NO[Cu(NO3)3].

Adanya kation NO+ dalam zat ini ditunjukkan oleh
karakteristik penyerapan inframerah sekitar 2300 cm-1. Analogi
turunan logam lainnya yang diperoleh melalui kerja tetroksida dinitrogen pada
karbonil logam, seperti :

2.7.
Hidrogen Fluorida (HF)
Hidrogen
fluorida, HF, adalah gas tak bewarna, berasap, bertitik didih rendah (mp -83o C
dan bp 19.5o C), dengan bau yang mengiritasi. Gas ini biasa digunakan untuk
mempreparasi senyawa anorganik dan organik yang mengandung fluor. Karena permitivi-tasnya yang tinggi,
senyawa ini dapat digunakan sebagai pelarut
non-air yang khusus. Larutan dalam air gas ini disebut asam fluorat dan disimpan
dalam wadah polietilen karena asam ini menyerang gelas.
Hidrogen
fluorida berbentuk kaca dan telah diaplikasikan bukan hanya sebagai bahan
pelarut mengandung air secara komparatif, hal ini dapat diatasi dengan
mengurangi gangguan yang banyak mengandung fluor (seperti polytetrafluorethylene), jika fluor
dalam keadaan kering, pada tembaga dan stainless steel memiliki ruang hampa. HF
padat yaitu dari -890C-19,50C dan memiliki permitivitas relatif dari 84 pada 00C,
serta konduktivitas spesifik pada suhunya adalah sekitar 10-6ohm -1
cm-1. Tetapan kesetimbangan untuk ionisasi HF sesuai dengan persamaan berikut :

(asam)
(basa)
Konstanta keseimbangan
HF kira-kira 10-12-0oC. Hidrogen fluorida adalah ikatan
hidrogen yang sangat kuat, tetapi HF hanya memiliki 1H per molekul, membentuk
rantai dan cincin dari berbagai ukuran dalam siklus tertentu (HF)6,
bertahan dalam uap, sehingga nilai untuk titik didihnya relatif rendah (perlu
dicatat bahwa hidrogen halida lainnya yang tidak terikat hidrogen, jauh lebih
mudah menguap).
Kebanyakan garam diubah
menjadi fluorida oleh cairan fluorida hidrogen dan hanya beberapa yang larut
diantaranya adalah alkali tanah, alkali, perak, dan thalium. Fluorida larut
untuk membentuk asam fluorida misalnya K[HF2], K[H2F3]; fluor pertama kali diisolasi oleh
elektrolisis dan menyatu dengan K[HF2].
Asam anorganik dan organik biasanya terprotonasi seperti asam asetik membentuk CH3C(OH)2+HF2-
beberapa molekul fluorida. Namun, bertindak sebagai akseptor ion fluorida yang mengarah
pada pembentukan kation H2F+ dan mengandung larutan asam
yang sangat kuat, misalnya :


2HF + AsF5 H2F+[AsF6]-
Fosfor pentafluorida H2F+[PF6]-
dan boron trifluorida H2F+[BF4]-
hanya untuk ukuran kecil sebagai asam lemah dalam media ini. Elektrolisis dalam
cairan fluorida hidrogen merupakan jalur penting untuk persiapan senyawa fluor
baik secara organik dan anorganik. Jadi, oksidasi anodik hasil fluorida amonium
NFH2, NF2H, dan NF3 dari hasil H2O
menghasilkan OF2 dan dari CH3COOH, (C2H5)2O,
dan (CH3)3N menghasilkan CF3COOH, (C2F5)2O,
dan (CF3)3N.
2.8. Superasam
Ada sejumlah zat cair
yang sifat asamnya nyata, yaitu sekitar 106-1010 kali
dibandingkan larutan pekat asam seperti asam nitrat dan asam sulfat yang dikenal dengan nama asam super
(superacid) yang terdiri dari asam kuat Bronsted,
asam kuat Lewis, atau kombinasi dari asam kuat keduanya. Konsentrasi ion
hidrogen dan pH hanya dapat dilihat dalam larutan encer asam dalam pelarut air.
Keasaman dalam larutan pekat dan pelarut non-air diukur dengan menggunakan
fungsi keasaman Hammett. Fungsi ini memungkinkan pengukuran keasaman berbagai
asam dalam pelarut non-air. Fungsi keasaman Hammett dalam kesetimbangan, yaitu :
B + H + → BH+


B
Ket:
B = indikator basa
BH+ = bentuk terprotonnya
pKBH+ = log K bagi disosiasi BH+
Perbandingan BH+ dapat diukur secara spektrofotometri.
B



KBH+ = [B] [H+]
[BH+]
Ho = - log [B] [H+] – log [BH+] = - log [H+] = pH
[BH+] [B]
Asam dengan -H0
lebih dari 6 disebut super asam. Asam ini 106 kali lebih kuat dari
larutan asam kuat 1 molar. -H0 untuk asam sulfat murni adalah
12.1, 21.1 untuk larutan HF dalam SbF5, dan 26.5 untuk kombinasi HSO3F
dan SbF5. Superasam mempunyai kemampuan untuk mengambil H- dari
hidrokarbon dan melakukan pertukaran H-D dan pemotongan ikatan C-C, dsb. Berikut adalah persamaan reaksi superacid
yang terjadi pada campuran HSO3F
dan SbF5 (asam lewis) (H0 = -19.2) :
SbF5
+ 2HSO3F → FSO3SbF5- + H2SO3F+ (magic acid)
Selain itu, reaksi superacid
terkuat diketahui terdapat dalam larutan
asam fluoroantimon (H0=
-31.3) yang merupakan kombinasi dari antimon pentafluorida (asam lewis) dan hidrogen
fluorida dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
SbF5 + 2HF → H2F+
+ SbF6-
Fungsi Keasaman Hammet
Fungsi keasaman Hammet adalah
sebuah pengukuran keasaman yang digunakan untuk larutan asam kuat yang sangat
pekat, meliputi superasam. Dalam larutan seperti itu, pendekatan yang sederhana
seperti persamaan Henderson-Hasselbalch tidak lagi berlaku oleh karena variasi
koefisien keaktifan di larutan yang sangat pekat. Fungsi keasaman Hammet
digunakan di bidang-bidang seperti kimia organik fisik dalam kajian reaksi yang
dikatalisasi oleh asam karena beberapa reaksi ini menggunakan asam yang sangat
pekat, atau bahkan asam murni. Fungsi keasaman Hammett, H0, digunakan sebagai
pengganti pH. Ia didefinisikan sebagai:

dengan a adalah
keaktifan, dan γ adalah koefisien keaktifan basa B dan konjugat asamnya BH+. H0
dapat dihitung menggunakan persamaan yang mirip dengan persamaan
Henderson-Hasselbalch:

dengan pKBH+
adalah −log(K) untuk disosiasi BH+. Dengan menggunakan basa yang memiliki nilai
pKBH+ yang sangat negatif, skala H0 dapat diperluas sampai dengan nilai yang
negatif. Hammett pertama kali menggunakan sederet anilina dengan gugus penarik-elektron
sebagai basa.
Pada skala ini, asam sulfat murni
(18.4 M) mempunyai nilai H0 −12, dan asam pirosulfat mempunyai nilai H0 ~
−15.[2] Perlu diperhatikan bahwa fungsi keasaman Hammet menghindari air dalam
persamaannya. Ia merupakan perampatan (generalization) skala pH. Dalam larutan
yang encer, nilai pH hampir sama dengan nilai H0. Dengan menggunakan pengukuran
kuantitatif keasaman yang tidak bergantung pada pelarut, implikasi dari efek
perataan bisa dihilangkan, sehingga adalah mungkin untuk secara langsung
membandingkan keasaman senyawa-senyawa yang berbeda. Dengan menggunakan pKa, HF
lebih lemah daripada HCl dalam air, namun ia akan menjadi lebih kuar dari HCl
dalam asam asetat glasial; namun HF murni "lebih kuat" dari HCl
karena H0 dari HF murni lebih tinggi dari HCl murni.)
H0 untuk beberapa asam pekat :
Asam fluoroantimonat: −31.3
Asam ajaib: −19.2
Superasam karborana: −18.0
Asam florosulfat: −15.1
Asam triflat: −14.9
Asam sulfat −12.0
Untuk campuran (misalnya asam yang
diencerkan di air), fungsi keasaman bergantung pada komposisi campuran dan
harus ditentukan secara empiris. Grafik H0 vs fraksi mol dapat ditemukan pada
beberapa literatur.
Walaupun fungsi keasaman Hammet
dikenal baik untuk fungsi keasaman, fungsi-fungsi keasaman lainnya juga telah
dikembangkan oleh Arnett, Cox, Katrizky, Yates, dan Stevens.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Simpulan
Pelarut non-aqueous anorganik adalah pelarut selain air yang bukan
merupakan senyawa organik. Contoh umum adalah cairan amonia, cairan sulfur
dioksida, klorida dan fluoride sulfuryl, klorida fosforil, tetroksida dinitrogen, antimontriklorida,
pentafluorida brom-in, hydrogen fluorida, asam
sulfat murni, dan asam-asam anorganik lain. Walaupun tidak sesempurna pelarut
air dalam hal sifat dan karakteristik, tetapi pelarut-pelarut ini sering
digunakan dalam penelitian kimia dan industri untuk reaksi yang tidak
dapat terjadi dalam larutan air atau yang membutuhkan lingkungan khusus.
3.2. Saran
Demikianlah makalah ini
disusun. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan tepat
waktu. Dalam makalah ini masih
banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun untuk makalah ini agar dapat menjadi
acuan dalam materi kimia anorganik selanjutnya dan penulis mengucapkan terima
kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Albert, C. F. dan
Wilkinson, G. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Sahati Suharto. Penerbit
Universitas Indonesia Press. Jakarta. 203-205.
Sharpe, A. G. 1991.
Inorganic Chemistry. Longman Scientific and Technical. Singapore. 196-208.
Huheey, J. E., Keiter,
E. A., dan Keiter, R. L. 1993. Inorganic Chemistry Principles of Structure
and Reactivity. ed 4. HarperCollins College Publishers. New York. 359-374.
Gilreath, E. S. 1958. Fundamental
Concepts of Inorganic Chemistry. McGraw-Hill Book Company, Inc. London.
313-325.
Huheey, J. E. 1978. Inorganic
Chemistry Principles of Structure and Reactivity. ed 2. Harper and Row
Publishers. New York. 291-295.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar