Sabtu, 10 Agustus 2013

ASAM BASA KERAS DAN LUNAK



BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Senyawa asam dan basa merupakan zat kimia yang sering ditemukan dan berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Contoh bahan yang bersifat asam yaitu pada buahan-buahan misalnya lemon dan jeruk. Sedangkan contoh bahan yang bersifat basa yaitu sabun dan deterjen. Untuk menjelaskan mengenai senyawa asam dan basa, terdapat empat teori asam basa yaitu : teori Arrhenius, teori Bronsted-Lowry, teori asam basa Lewis, dan teori Lux-Flood.
Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk membedakan antara senyawa asam dan basa, misalnya dengan menggunakan indikator lakmus. Senyawa asam dapat mengubah lakmus biru menjadi berwarna merah, sebaliknya senyawa basa dapat mengubah lakmus merah menjadi berwarna biru. Selain itu, untuk membedakan apakah suatu senyawa bersifat asam atau basa dapat juga menggunakan indikator phenolphthalein. Jika setelah penambahan phenolphthalein warna larutan berubah menjadi merah muda atau pink, maka larutan tersebut bersifat basa.
Senyawa asam dan basa masing-masing memiliki sifat spesifik yang dapat membedakannya satu sama lain, misalnya dengan rasanya. Senyawa asam cenderung memiliki rasa masam, sedangkan senyawa basa memiliki rasa agak pahit. Perbedaan lain yang dapat membedakan kedua senyawa ini yaitu kemampuannya melarutkan zat lain. Senyawa asam bersifat korosif sehingga dapat melarutkan beberapa logam aktif, sedangkan senyawa basa dapat melarutkan lemak. Oleh karena itu, abu gosok yang bersifat basa dapat digunakan untuk mencuci sisa lemak yang ada di piring.
Senyawa asam dan basa juga dapat digolongkan lebih lanjut berdasarkan sifat keras dan lunaknya. Penggolongan ini didasarkan pada ligan dan ion logamnya. Ligan (anion) keras dan lunak digolongkan berdasarkan polarisabilitas anion, yaitu kemampuan suatu anion untuk mengalami polarisasi akibat medan listrik yang berasal dari ion logam (kation). Sedangkan ion logam (kation) keras dan lunak digolongkan berdasarkan polarisabilitas kation, yaitu kemampuan suatu kation untuk mempolarisasi suatu anion dalam suatu ikatan. Penggolongan ini penting dilakukan untuk memudahkan pemahaman mengenai pengertian dari suatu asam atau basa yang keras dan lunak. Pemahaman sifat asam basa yang keras dan lunak juga dibutuhkan untuk mengetahui interaksi yang terjadi diantara asam basa tersebut, apakah interaksi yang bersifat ionik atau interaksi yang bersifat kovalen.
Dari penguraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian mengenai senyawa asam basa keras dan lunak sangat penting diketahui karena memiliki keterkaitan dengan pembahasan yang selanjutnya.

1.2        Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah Asam Basa Keras dan Lunak (HSAB) adalah senagai berikut :
1.      Untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Kimia Anorganik I.
2.      Untuk memahami klasifikasi asam basa keras dan lunak.
3.      Untuk memahami interaksi yang terjadi pada asam basa keras dan lunak.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1        Pengertian Asam Basa
Istilah asam basa sudah lama dikenal dan umum digunakan oleh masyarakat. Istilah asam berasal dari bahasa Latin acetum yang berarti cuka. Sedangkan istilah basa berasal dari bahasa arab yang artinya abu. Suatu senyawa dikatakan asam jika memiliki pH di bawah 7, sedangkan senyawa yang bersifat basa memiliki pH diatas 7. Senyawa yang memiliki pH 7 tidak memiliki sifat asam maupun basa. Senyawa yang demikian disebut dengan senyawa netral, contonya air.
Senyawa asam basa dapat dikenali dengan rasanya yang masam dan pahit. Namun, tidak dianjurkan bagi kita untuk mengenali senyawa asam basa dengan cara mencicipinya, karena terdapat beberapa senyawa asam basa yang dapat membahayakan tubuh manusia. Oleh karena itu, dibuatlah beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengenali senyawa asam dan basa, misalnya kertas lakmus, indikator phenolphthalein, methyl-orange, dan lainnya. Senyawa asam cenderung memiliki sifat korosif sehingga dapat melarutkan beberapa logam aktif, salah satunya HCl. Sedangkan senyawa basa memiliki sifat kaustik, yaitu bersifat tajam, dan membakar kulit, salah satunya NaOH. Senyawa basa dapat melarutkan lemak sehingga untuk mencuci sisa lemak pada piring ataupun peralatan dapur lainnya, masyarakat menggunakan sabun yang bersifat basa.

2.2        Teori Asam Basa
Dalam ilmu kimia terdapat beberapa penggolongan senyawa, salah satunya yaitu berdasarkan sifat keasaman dan kebasaannya. Terdapat empat teori yang menjelaskan tentang penggolongan senyawa asam basa, yaitu :
2.2.1        Arrhenius
Menurut teori Arrhenius yang termasuk senyawa yang bersifat asam yaitu senyawa-senyawa yang menghasilkan ion H+ di dalam air, contohnya HCl. Sedangkan senyawa yang bersifat basa yaitu senyawa-senyawa yang menghasilkan ion OH- di dalam air, contohnya NaOH.
Reaksi :
HCl H+ + Cl-
NaOH Na+ + OH-
Kelebihan dari teori Arrhenius yaitu : dapat menjelaskan sifat asam dan basa di dalam air. Namun, teori ini memiliki beberapa kelemahan yaitu : penentuan keasaman dan kebasaan suatu senyawa harus melalui media air, dan teori ini tidak dapat menjelaskan senyawa asam dan basa yang tidak memiliki gugus H+ dan OH-, contohnya senyawa NH3 yang tidak memiliki gugus OH-, tetapi memiliki sifat basa.

2.2.2        Bronsted-Lowry
Menurut teori Bronsted-Lowry, senyawa yang bersifat asam yaitu senyawa-senyawa yang mendonorkan protonnya. Sedangkan senyawa yang bersifat basa yaitu senyawa-senyawa yang mendonorkan elektronnya. Contohnya HCl dan H2O.
Reaksi :
HCl (asam) + H2O (basa) Cl- (basa konyugasi) + H3O+ (asam konyugasi)
Teori Bronsted-Lowry juga memiliki kelemahan yaitu : teori ini terbatas pada senyawa-senyawa yang memiliki proton. Pada kenyataannya, ada senyawa yang tidak memiliki proton tetapi tergolong senyawa asam.

2.2.3        Asam Basa Lewis
Berdasarkan teori Lewis, senyawa NH3 pada reaksi di bawah merupakan senyawa yang tergolong basa karena pada atom N memiliki sepasang elektron bebas yang didonorkan kepada senyawa BF3. Sedangkan senyawa BF3 yang menjadi akseptor pasangan elektronbebas  tersebut digolongkan ke dalam senyawa yang bersifat asam.
Reaksi :
:NH3 (basa) + BF3 (asam) NH3BF3

2.2.4        Lux-Flood
Menurut teori asam basa Lux-Flood, senyawa yang bersifat asam yaitu senyawa-senyawa yang menjadi akseptor ion oksida. Sedangkan senyawa yang bersifat basa yaitu senyawa-senyawa yang menjadi pendonor ion oksida. Contohnya yaitu CaO dan SiO2.
Reaksi :
CaO (basa) + SiO2 (asam) CaSiO3
Kelemahan teori Lux-Flood yaitu : teori ini terbatas hanya pada senyawa-senyawa yang memiliki ion oksida saja. Teori ini tidak dapat menjelaskan sifat kebasaan dan keasaman suatu senyawa yang tidak memiliki ion oksida di dalamnya.

2.3        Penggolongan Senyawa Asam Basa
Penggolongan senyawa tidak hanya terbatas pada keasaman dan kebasaannya tetapi terdapat penggolongan yang lebih lanjut lagi dari asam dan basa. Pada senyawa asam, terdapat penggolongan asam kuat dan asam lemah, serta penggolongan asam keras dan lunak. Demikian juga pada basa, terdapat basa kuat dan basa lemah, serta basa keras dan basa lunak.
Senyawa asam merupakan senyawa-senyawa yang memiliki pH di bawah 7. Meskipun seluruh senyawa asam sama-sama memiliki pH di bawah 7, namun terdapat juga perbedaan sifat antara senyawa asam yang satu dengan senyawa asam yang lain. Berdasarkan nilai konstanta disosiasi (Ka) dan derajat disosiasi (α), terdapat dua jenis asam yaitu asam kuat dan asam lemah. Asam kuat merupakan senyawa asam yang terionisasi sempurna di dalam air, memiliki harga Ka = ∞, dan nilai α = 1. Salah satu contoh senyawa asam kuat yaitu asam sulfat (H2SO4). Asam lemah merupakan senyawa asam yang terionisasi sebagian kecil di dalam air, memiliki harga Ka = 0, dan nilai α = 0. Salah satu contoh senyawa asam lemah yaitu cuka atau asam asetat (CH3COOH). Sedangkan berdasarkan polarisabilitas ion logam, yaitu kemampuan suatu kation untuk mempolarisasi suatu anion dalam suatu ikatan, terdapat dua jenis asam yaitu asam keras dan asam lunak.
Senyawa basa merupakan senyawa-senyawa yang memiliki pH di atas 7. Meskipun seluruh senyawa basa memiliki pH di atas 7, namun terdapat juga perbedaan sifat antara basa yang satu dengan basa yang lain. Berdasarkan nilai konstanta disosiasi (Kb) dan derajat disosiasi (α), terdapat dua jenis senyawa basa yaitu basa kuat dan basa lemah. Basa kuat merupakan basa yang terionisasi sebagian besar atau seluruhnya di dalam air, memiliki harga Kb = ∞, dan nilai α = 1. Salah satu contoh senyawa basa kuat yaitu NaOH. Basa lemah merupakan senyawa basa yang terionisasi sebagian kecil di dalam air, memiliki harga Kb = 0, dan nilai α = 0. Salah satu contoh senyawa basa lemah yaitu NH3. Sedangkan berdasarkan polarisabilitas ligan (anion), yaitu kemampuan suatu anion untuk mengalami polarisasi akibat medan listrik yang berasal dari ion logam (kation), terdapat dua jenis basa yaitu basa keras dan basa lunak.


BAB III
PEMBAHASAN

3.1        Klasifikasi Asam Basa Keras dan Lunak
Asam basa Lewis diklasifikasikan menurut sifat keras dan lunaknya. Logam dan ligan dikelompokkan menurut sifat keras dan lunaknya berdasarkan pada polarisabilitas unsur yang pada akhirnya dikemukakanlah suatu prinsip yang disebut Hard and Soft Acid Base (HSAB).
Ligan-ligan dengan atom yang sangat elektronegatif dan memiliki ukuran kecil merupakan basa keras (misalnya : OH-, F-), sebaliknya ligan-ligan dengan atom yang elektron terluarnya mudah terpolarisasi akibat pengaruh ion dari luar merupakan basa lemah (misalnya : S2O32-, I-). Sedangkan ion-ion logam yang berukuran kecil, bermuatan positif besar, elektron terluar tidak mudah dipengaruhi oleh ion lain dari luar, dikelompokkan ke dalam asam keras (contohnya : H+, Si4+), sebaliknya ion-ion logam yang berukuran besar, bermuatan kecil atau nol, elektron terluarnya mudah dipengaruhi oleh ion lain, dikelompokkan ke dalam asam lemah (contohnya : Ag+, Cd2+). Selain dari asam basa keras dan lunak, terdapat juga ligan dan ion logam yang tidak termasuk pada golongan keras ataupun lunak, yaitu golongan intermediet. Di bawah ini adalah tabel ligan dan ion logam yang tergolong asam basa keras, lunak, dan intermediet.

Tabel 3.1.1 Tabel Klasifikasi Asam Keras, Lunak, dan Intermediet
Asam Keras
Asam Lunak
Intermediet
Li+, Na+, K+, Rb+
Tl+, Cu+, Ag+, Au+

Be2+, Mg2+, Ca2+, Sr2+, Sn2+, Mn2+, Zn2+
Hg2+, Cd2+, Pd2+, Pt2+
Pb2+, Fe2+, Co2+, Ni2+, Cu2+, Os2+
Al3+, Ga3+, In3+, Sc3+, Cr3+, Fe3+, Co3+, Y3+
Tl3+
Ru3+, Rh3+, Ir3+
Th4+, Pu4+, Ti4+, Zr4+


[VO]2+, [VO2]+




Tabel 3.1.2 Tabel Klasifikasi Basa Keras, Lunak, dan Intermediet
Basa Keras
Basa Lunak
Intermediet
F-, Cl-
I-, H-, R-
Br-
[OH]-, [RO]-, [RCO2]-,
[CO3]2-, [NO3]-, [PO4]3-, [SO4]2-, [ClO4]-
[CN]-, [RS]-, [SCN]-
[N3]-, [NO2]-, [SO3]2-
H2O, ROH, R2O, NH3, RNH2
CO, RNC, RSH, R2S, R3P, R3As, R3Sb
C6H5NH2

3.2        Interaksi Asam Basa Keras dan Lunak
Berdasarkan prinsip HSAB, asam keras cenderung lebih suka untuk berkoordinasi dengan basa keras, dan demikian juga halnya dengan asam lunak yang cenderung lebih suka berkoordinasi dengan basa lunak. Asam keras dan basa keras cenderung mempunyai atom yang kecil, oksidasi tinggi, kepolaran rendah, dan keelektronegatifan tinggi. Sedangkan asam dan basa lunak cenderung mempunyai atom yang besar, tingkat oksidasi rendah, dan elektronegatifan rendah. Interaksi antara asam keras dan basa keras disebut dengan interaksi ionik, sedangkan interaksi antara asam lemah dan basa lemah lebih bersifat kovalen. Contohnya antara Cr3+ dan OH-. Cr3+ merupakan asam kuat dan OH- merupakan basa kuat, sehinnga kedua asam basa ini akan berinteraksi secara kuat melalui pembentukan ikatan koordinasi karena pasangan elektron bebas unsur O pada OH- akan menempati orbital kosong yang ada di Cr3+.
Pada kenyataannya asam keras yang berikatan dengan dengan basa keras akan memiliki kestabilan yang lebih tinggi dibandingkan asam keras yang berikatan dengan basa lunak. Asam keras (misalnya : Fe3+) yang berikatan dengan halogen, kestabilannya akan menurun berdasarkan urutan : F- > Cl- > Br- > I-. Sedangkan asam lunak (misalnya : Hg2+) yang berikatan dengan golongan halogen, kestabilannya akan meningkat berdasarkan urutan : F- < Cl- < Br- < I-. Hal ini disebabkan karena F- dan Cl- merupakan basa keras, sehingga akan lebih stabil jika berikatan dengan asam keras, sebaliknya I yang merupakan basa lunak, akan lebih stabil jika berikatan dengan asam lunak.


BAB IV
SIMPULAN

Dari makalah yang dibuat penulis, dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu : prinsip HSAB menggolongkan asam basa menjadi asam basa keras dan lunak. Ligan-ligan dengan atom yang sangat elektronegatif dan memiliki ukuran kecil merupakan basa keras, sebaliknya ligan-ligan dengan atom yang elektron terluarnya mudah terpolarisasi akibat pengaruh ion dari luar merupakan basa lemah. Sedangkan ion-ion logam yang berukuran kecil, bermuatan positif besar, elektron terluar tidak mudah dipengaruhi oleh ion lain dari luar, dikelompokkan ke dalam asam keras, sebaliknya ion-ion logam yang berukuran besar, bermuatan kecil atau nol, elektron terluarnya mudah dipengaruhi oleh ion lain, dikelompokkan ke dalam asam lemah.
Asam basa keras dan lunak dapar berinteraksi satu sama lain, namun asam keras akan cenderung berinteraksi dengan basa keras dan asam lunak juga akan cenderung berinteraksi dengan basa lunak.


DAFTAR PUSTAKA

Bowser, J.R. 1993. Inorganic Chemistry. Halaman : 322-325. Brooks/Cole Publishing Company : California.
Cotton dan Wilkinson. 2007. Kimia Anorganik Dasar. Halaman : 197-198. UI-Press : Jakarta.
Miessler, G.L., and Tarr, D.A. Inorganic Chemistry. Edisi 3 : 183-189.
Housecroft, C.E., and Sharpe, A.G. 2004. Inorganic Chemistry. Edisi 2 : 187-188.
Huheey, J.E., Keiter, E.A., and Keiter, R.L. 1993. Inorganic Chemistry. Halaman : 342-352. HarperCollins College Publisher : New York.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar