BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Senyawa asam dan basa merupakan zat kimia yang
sering ditemukan dan berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Contoh bahan
yang bersifat asam yaitu pada buahan-buahan misalnya lemon dan jeruk. Sedangkan
contoh bahan yang bersifat basa yaitu sabun dan deterjen. Untuk menjelaskan
mengenai senyawa asam dan basa, terdapat empat teori asam basa yaitu : teori
Arrhenius, teori Bronsted-Lowry, teori asam basa Lewis, dan teori Lux-Flood.
Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk
membedakan antara senyawa asam dan basa, misalnya dengan menggunakan indikator
lakmus. Senyawa asam dapat mengubah lakmus biru menjadi berwarna merah, sebaliknya
senyawa basa dapat mengubah lakmus merah menjadi berwarna biru. Selain itu,
untuk membedakan apakah suatu senyawa bersifat asam atau basa dapat juga
menggunakan indikator phenolphthalein. Jika setelah penambahan phenolphthalein
warna larutan berubah menjadi merah muda atau pink, maka larutan tersebut
bersifat basa.
Senyawa asam dan basa masing-masing memiliki sifat
spesifik yang dapat membedakannya satu sama lain, misalnya dengan rasanya.
Senyawa asam cenderung memiliki rasa masam, sedangkan senyawa basa memiliki
rasa agak pahit. Perbedaan lain yang dapat membedakan kedua senyawa ini yaitu
kemampuannya melarutkan zat lain. Senyawa asam bersifat korosif sehingga dapat
melarutkan beberapa logam aktif, sedangkan senyawa basa dapat melarutkan lemak.
Oleh karena itu, abu gosok yang bersifat basa dapat digunakan untuk mencuci
sisa lemak yang ada di piring.
Senyawa asam dan basa juga dapat digolongkan lebih
lanjut berdasarkan sifat keras dan lunaknya. Penggolongan ini didasarkan pada
ligan dan ion logamnya. Ligan (anion) keras dan lunak digolongkan berdasarkan
polarisabilitas anion, yaitu kemampuan suatu anion untuk mengalami polarisasi
akibat medan listrik yang berasal dari ion logam (kation). Sedangkan ion logam
(kation) keras dan lunak digolongkan berdasarkan polarisabilitas kation, yaitu
kemampuan suatu kation untuk mempolarisasi suatu anion dalam suatu ikatan.
Penggolongan ini penting dilakukan untuk memudahkan pemahaman mengenai
pengertian dari suatu asam atau basa yang keras dan lunak. Pemahaman sifat asam
basa yang keras dan lunak juga dibutuhkan untuk mengetahui interaksi yang
terjadi diantara asam basa tersebut, apakah interaksi yang bersifat ionik atau
interaksi yang bersifat kovalen.
Dari penguraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengertian mengenai senyawa asam basa keras dan lunak sangat penting diketahui
karena memiliki keterkaitan dengan pembahasan yang selanjutnya.
1.2
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah Asam Basa Keras
dan Lunak (HSAB) adalah senagai berikut :
1. Untuk
memenuhi nilai tugas mata kuliah Kimia Anorganik I.
2. Untuk
memahami klasifikasi asam basa keras dan lunak.
3.
Untuk memahami interaksi yang terjadi
pada asam basa keras dan lunak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Asam Basa
Istilah asam basa sudah lama dikenal dan umum
digunakan oleh masyarakat. Istilah asam berasal dari bahasa Latin acetum yang berarti cuka. Sedangkan
istilah basa berasal dari bahasa arab yang artinya abu. Suatu senyawa dikatakan
asam jika memiliki pH di bawah 7, sedangkan senyawa yang bersifat basa memiliki
pH diatas 7. Senyawa yang memiliki pH 7 tidak memiliki sifat asam maupun basa.
Senyawa yang demikian disebut dengan senyawa netral, contonya air.
Senyawa asam basa dapat dikenali dengan rasanya yang
masam dan pahit. Namun, tidak dianjurkan bagi kita untuk mengenali senyawa asam
basa dengan cara mencicipinya, karena terdapat beberapa senyawa asam basa yang
dapat membahayakan tubuh manusia. Oleh karena itu, dibuatlah beberapa indikator
yang dapat digunakan untuk mengenali senyawa asam dan basa, misalnya kertas
lakmus, indikator phenolphthalein, methyl-orange, dan lainnya. Senyawa asam
cenderung memiliki sifat korosif sehingga dapat melarutkan beberapa logam
aktif, salah satunya HCl. Sedangkan senyawa basa memiliki sifat kaustik, yaitu
bersifat tajam, dan membakar kulit, salah satunya NaOH. Senyawa basa dapat
melarutkan lemak sehingga untuk mencuci sisa lemak pada piring ataupun
peralatan dapur lainnya, masyarakat menggunakan sabun yang bersifat basa.
2.2
Teori Asam Basa
Dalam ilmu kimia terdapat beberapa penggolongan
senyawa, salah satunya yaitu berdasarkan sifat keasaman dan kebasaannya.
Terdapat empat teori yang menjelaskan tentang penggolongan senyawa asam basa,
yaitu :
2.2.1
Arrhenius
Menurut teori Arrhenius yang termasuk senyawa yang
bersifat asam yaitu senyawa-senyawa yang menghasilkan ion H+ di
dalam air, contohnya HCl. Sedangkan senyawa yang bersifat basa yaitu
senyawa-senyawa yang menghasilkan ion OH- di dalam air, contohnya
NaOH.
Reaksi
:
HCl
→ H+ + Cl-
NaOH
→ Na+ + OH-
Kelebihan dari teori Arrhenius yaitu : dapat
menjelaskan sifat asam dan basa di dalam air. Namun, teori ini memiliki beberapa
kelemahan yaitu : penentuan keasaman dan kebasaan suatu senyawa harus melalui
media air, dan teori ini tidak dapat menjelaskan senyawa asam dan basa yang
tidak memiliki gugus H+ dan OH-, contohnya senyawa NH3
yang tidak memiliki gugus OH-, tetapi memiliki sifat basa.
2.2.2
Bronsted-Lowry
Menurut teori Bronsted-Lowry, senyawa yang bersifat
asam yaitu senyawa-senyawa yang mendonorkan protonnya. Sedangkan senyawa yang
bersifat basa yaitu senyawa-senyawa yang mendonorkan elektronnya. Contohnya HCl
dan H2O.
Reaksi
:
HCl
(asam) + H2O (basa) →
Cl- (basa konyugasi) + H3O+ (asam konyugasi)
Teori Bronsted-Lowry juga memiliki kelemahan yaitu :
teori ini terbatas pada senyawa-senyawa yang memiliki proton. Pada
kenyataannya, ada senyawa yang tidak memiliki proton tetapi tergolong senyawa asam.
2.2.3
Asam Basa Lewis
Berdasarkan teori Lewis, senyawa NH3 pada
reaksi di bawah merupakan senyawa yang tergolong basa karena pada atom N
memiliki sepasang elektron bebas yang didonorkan kepada senyawa BF3.
Sedangkan senyawa BF3 yang menjadi akseptor pasangan
elektronbebas tersebut digolongkan ke
dalam senyawa yang bersifat asam.
Reaksi
:
:NH3
(basa) + BF3 (asam) →
NH3BF3
2.2.4
Lux-Flood
Menurut teori asam basa Lux-Flood, senyawa yang
bersifat asam yaitu senyawa-senyawa yang menjadi akseptor ion oksida. Sedangkan
senyawa yang bersifat basa yaitu senyawa-senyawa yang menjadi pendonor ion
oksida. Contohnya yaitu CaO dan SiO2.
Reaksi
:
CaO
(basa) + SiO2 (asam) →
CaSiO3
Kelemahan teori Lux-Flood yaitu : teori ini terbatas
hanya pada senyawa-senyawa yang memiliki ion oksida saja. Teori ini tidak dapat
menjelaskan sifat kebasaan dan keasaman suatu senyawa yang tidak memiliki ion
oksida di dalamnya.
2.3
Penggolongan Senyawa Asam Basa
Penggolongan senyawa tidak hanya terbatas pada
keasaman dan kebasaannya tetapi terdapat penggolongan yang lebih lanjut lagi
dari asam dan basa. Pada senyawa asam, terdapat penggolongan asam kuat dan asam
lemah, serta penggolongan asam keras dan lunak. Demikian juga pada basa, terdapat
basa kuat dan basa lemah, serta basa keras dan basa lunak.
Senyawa asam merupakan senyawa-senyawa yang memiliki
pH di bawah 7. Meskipun seluruh senyawa asam sama-sama memiliki pH di bawah 7,
namun terdapat juga perbedaan sifat antara senyawa asam yang satu dengan
senyawa asam yang lain. Berdasarkan nilai konstanta disosiasi (Ka)
dan derajat disosiasi (α),
terdapat dua jenis asam yaitu asam kuat dan asam lemah. Asam kuat merupakan
senyawa asam yang terionisasi sempurna di dalam air, memiliki harga Ka
= ∞, dan nilai α = 1. Salah satu contoh senyawa asam kuat yaitu asam sulfat (H2SO4).
Asam lemah merupakan senyawa asam yang terionisasi sebagian kecil di dalam air,
memiliki harga Ka = 0, dan nilai α = 0. Salah satu contoh senyawa
asam lemah yaitu cuka atau asam asetat (CH3COOH). Sedangkan
berdasarkan polarisabilitas ion logam, yaitu kemampuan suatu kation untuk
mempolarisasi suatu anion dalam suatu ikatan, terdapat dua jenis asam yaitu
asam keras dan asam lunak.
Senyawa
basa merupakan senyawa-senyawa yang memiliki pH di atas 7. Meskipun seluruh
senyawa basa memiliki pH di atas 7, namun terdapat juga perbedaan sifat antara
basa yang satu dengan basa yang lain. Berdasarkan nilai konstanta disosiasi (Kb)
dan derajat disosiasi (α),
terdapat dua jenis senyawa basa yaitu basa kuat dan basa lemah. Basa kuat
merupakan basa yang terionisasi sebagian besar atau seluruhnya di dalam air,
memiliki harga Kb = ∞, dan nilai α = 1. Salah satu contoh senyawa
basa kuat yaitu NaOH. Basa lemah merupakan senyawa basa yang terionisasi
sebagian kecil di dalam air, memiliki harga Kb = 0, dan nilai α = 0.
Salah satu contoh senyawa basa lemah yaitu NH3. Sedangkan
berdasarkan polarisabilitas ligan (anion), yaitu kemampuan suatu anion untuk
mengalami polarisasi akibat medan listrik yang berasal dari ion logam (kation),
terdapat dua jenis basa yaitu basa keras dan basa lunak.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Klasifikasi Asam Basa Keras dan Lunak
Asam basa Lewis diklasifikasikan menurut sifat keras
dan lunaknya. Logam dan ligan dikelompokkan menurut sifat keras dan lunaknya
berdasarkan pada polarisabilitas unsur yang pada akhirnya dikemukakanlah suatu
prinsip yang disebut Hard and Soft Acid Base (HSAB).
Ligan-ligan dengan atom yang sangat elektronegatif
dan memiliki ukuran kecil merupakan basa keras (misalnya : OH-, F-),
sebaliknya ligan-ligan dengan atom yang elektron terluarnya mudah terpolarisasi
akibat pengaruh ion dari luar merupakan basa lemah (misalnya : S2O32-,
I-). Sedangkan ion-ion logam yang berukuran kecil, bermuatan positif
besar, elektron terluar tidak mudah dipengaruhi oleh ion lain dari luar, dikelompokkan
ke dalam asam keras (contohnya : H+, Si4+), sebaliknya
ion-ion logam yang berukuran besar, bermuatan kecil atau nol, elektron
terluarnya mudah dipengaruhi oleh ion lain, dikelompokkan ke dalam asam lemah
(contohnya : Ag+, Cd2+). Selain dari asam basa keras dan
lunak, terdapat juga ligan dan ion logam yang tidak termasuk pada golongan
keras ataupun lunak, yaitu golongan intermediet. Di bawah ini adalah tabel
ligan dan ion logam yang tergolong asam basa keras, lunak, dan intermediet.
Tabel 3.1.1 Tabel
Klasifikasi Asam Keras, Lunak, dan Intermediet
Asam
Keras
|
Asam
Lunak
|
Intermediet
|
Li+, Na+,
K+, Rb+
|
Tl+, Cu+,
Ag+, Au+
|
|
Be2+, Mg2+,
Ca2+, Sr2+, Sn2+, Mn2+, Zn2+
|
Hg2+, Cd2+,
Pd2+, Pt2+
|
Pb2+, Fe2+,
Co2+, Ni2+, Cu2+, Os2+
|
Al3+, Ga3+,
In3+, Sc3+, Cr3+, Fe3+, Co3+,
Y3+
|
Tl3+
|
Ru3+, Rh3+,
Ir3+
|
Th4+, Pu4+,
Ti4+, Zr4+
|
|
|
[VO]2+,
[VO2]+
|
|
|
Tabel 3.1.2 Tabel
Klasifikasi Basa Keras, Lunak, dan Intermediet
Basa
Keras
|
Basa
Lunak
|
Intermediet
|
F-, Cl-
|
I-, H-,
R-
|
Br-
|
[OH]-,
[RO]-, [RCO2]-,
[CO3]2-,
[NO3]-, [PO4]3-, [SO4]2-,
[ClO4]-
|
[CN]-,
[RS]-, [SCN]-
|
[N3]-,
[NO2]-, [SO3]2-
|
H2O, ROH,
R2O, NH3, RNH2
|
CO, RNC, RSH, R2S,
R3P, R3As, R3Sb
|
C6H5NH2
|
3.2
Interaksi Asam Basa Keras dan Lunak
Berdasarkan prinsip HSAB, asam keras cenderung lebih
suka untuk berkoordinasi dengan basa keras, dan demikian juga halnya dengan
asam lunak yang cenderung lebih suka berkoordinasi dengan basa lunak. Asam keras dan basa keras cenderung
mempunyai atom yang kecil, oksidasi tinggi, kepolaran rendah, dan
keelektronegatifan tinggi. Sedangkan asam dan basa lunak cenderung mempunyai atom
yang besar, tingkat oksidasi rendah, dan elektronegatifan rendah. Interaksi
antara asam keras dan basa keras disebut dengan interaksi ionik, sedangkan
interaksi antara asam lemah dan basa lemah lebih bersifat kovalen. Contohnya
antara Cr3+ dan OH-. Cr3+ merupakan asam kuat
dan OH- merupakan basa kuat, sehinnga kedua asam basa ini akan
berinteraksi secara kuat melalui pembentukan ikatan koordinasi karena pasangan
elektron bebas unsur O pada OH- akan menempati orbital kosong yang
ada di Cr3+.
Pada
kenyataannya asam keras yang berikatan dengan dengan basa keras akan memiliki
kestabilan yang lebih tinggi dibandingkan asam keras yang berikatan dengan basa
lunak. Asam keras (misalnya : Fe3+) yang berikatan dengan halogen,
kestabilannya akan menurun berdasarkan urutan : F- > Cl-
> Br- > I-. Sedangkan asam lunak (misalnya : Hg2+)
yang berikatan dengan golongan halogen, kestabilannya akan meningkat
berdasarkan urutan : F- < Cl- < Br- <
I-. Hal ini disebabkan karena F- dan Cl-
merupakan basa keras, sehingga akan lebih stabil jika berikatan dengan asam
keras, sebaliknya I‑ yang merupakan basa lunak, akan lebih stabil
jika berikatan dengan asam lunak.
BAB IV
SIMPULAN
Dari makalah yang dibuat penulis, dapat ditarik
beberapa kesimpulan yaitu : prinsip HSAB menggolongkan asam basa menjadi asam
basa keras dan lunak. Ligan-ligan dengan atom yang sangat elektronegatif dan
memiliki ukuran kecil merupakan basa keras, sebaliknya ligan-ligan dengan atom
yang elektron terluarnya mudah terpolarisasi akibat pengaruh ion dari luar
merupakan basa lemah. Sedangkan ion-ion logam yang berukuran kecil, bermuatan
positif besar, elektron terluar tidak mudah dipengaruhi oleh ion lain dari
luar, dikelompokkan ke dalam asam keras, sebaliknya ion-ion logam yang
berukuran besar, bermuatan kecil atau nol, elektron terluarnya mudah dipengaruhi
oleh ion lain, dikelompokkan ke dalam asam lemah.
Asam
basa keras dan lunak dapar berinteraksi satu sama lain, namun asam keras akan
cenderung berinteraksi dengan basa keras dan asam lunak juga akan cenderung
berinteraksi dengan basa lunak.
DAFTAR PUSTAKA
Bowser, J.R. 1993. Inorganic Chemistry. Halaman : 322-325. Brooks/Cole Publishing
Company : California.
Cotton dan Wilkinson. 2007. Kimia Anorganik Dasar. Halaman : 197-198. UI-Press : Jakarta.
Miessler, G.L., and Tarr, D.A. Inorganic Chemistry. Edisi 3 : 183-189.
Housecroft, C.E., and Sharpe, A.G. 2004. Inorganic Chemistry. Edisi 2 : 187-188.
Huheey,
J.E., Keiter, E.A., and Keiter, R.L. 1993. Inorganic
Chemistry. Halaman : 342-352. HarperCollins College Publisher : New York.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar